Selasa, 23 Juni 2015

Cernak 2 _ Koperasi Susu


Ari Saptarini

“Ini dia tempat Pakde Faisal bekerja,” jelas Mama.
“KPBS,” Dodo membaca sekilas plang nama di depannya. Papa menghentikan mobil.
“Kita sudah sampai Pengalengan, Pa?”
“Iya, di sinilah Aa Udin tinggal, Do.”
Pantas saja, Aa Udin selalu kepanasan kalau berkunjung ke Jakarta. Pengalengan sangat dingin. Dodo langsung menyambar jaket di jok mobil, lalu memakainya.
Pakde Faisal menyambut kedatangan Dodo dan keluarga dengan sukacita. Mereka langsung ke perumahan karyawan, tak jauh dari lokasi.
“Hai, Do!” sapa Aa Udin begitu kami sampai.
Sore hari, Aa udin mengajak Dodo ikut dengan truk tangki pengangkut susu. Katanya, ada kursi kosong di sebelah sopir.
Wah, ternyata truk yang dinaiki Dodo mengambil susu segar yang sudah dikumpulkan di titik-titik tertentu. Di sana ada petugas yang mencatat. Dodo girang bukan main. Ini kali pertama dia naik truk. Pemandangan Pengalengan juga sangat indah. Ada hamparan kebun teh dan Danau.
Setelah mengambil susu di beberapa lokasi, truk tangki kembali ke tempat pengolahan susu. Dengan selang besar, susu dari tangki dialirkan ke dalam bak penampung untuk dimasak. Lalu dikirim ke pabrik susu di Jakarta dan Bandung.
“Wow, ini benar-benar susu murni,” pekik Dodo.
Dengan alasan kebersihan, mereka tidak diijinkan memasuki lokasi pabrik lebih jauh lagi. Aa Udin mengajak Dodo jalan-jalan ke lingkungan sekitar. Ternyata hampir semua rumah memelihara sapi perah. Pantas saja, Pengalengan terkenal sebagai penghasil Susu terbesar di Indonesia.

Dodo berkenalan dengan teman Aa Udin. Oji namanya. Oji sedang membantu ayahnya memerah susu. Susu sapi di perah pagi dan sore. Ternyata, proses untuk mendapatkan susu sangat panjang. Segelas susu selalu tersaji di Meja sebelum Dodo berangkat sekolah. Sejak itu, Dodo berjanji akan meminum susu yang dibuatkan Mama. 

Sharing Seru Bersama Ibu Aisah Dahlan.


 Senin, 22 Juni 2015. Bertepatan dengan hari ulangtahun Kota Jakarta, kami mendatangkan Ibu Dr. Aisah Dahlan untuk mengisi materi sharing di sekolah karakter (Indonesia Heritage Foundation). Agenda sharing ini memang secara rutin dilaksanakan oleh IHF untuk memperkaya staf dengan ilmu-ilmu baru. Tak hanya mereka yang mengajar, namun seluruh staf dan karyawan (bahkan sampai  OB dan satpam) juga turut serta terhanyut dengan materi yang dibawakan dengan metode edutaiment selama 3 jam itu.


Setelah MC membuka acara, rangkaian sharing diawali dengan penampilan “orkes seratus pecandu” atau “teater seratus pecandu” membawakan tiga mendle lagu berturut-turut. Unik, karena semua pemain di orkes/teater seratus pecandu adalah 99,99% mantan pecandu alias pengguna penyalahgunaan drugs/narkotika.


Mereka, para remaja mantan pecandu se-JABODETABEK yang telah dibina oleh Ibu Aisah Dahlan dan berada dibawah naungan Yayasan Rekan Sebaya Foundation Jakarta. Ini adalah langkah beliau untuk melindungi para pengguna yang telah clean dengan kegiatan  bermanfaat (berteater dan bermusik) mencegah agar tidak kembali ke jalan yang salah. Disana, mereka saling menguatkan antar sesama. Menemukan jati diri yang telah hilang selama mereka menjadi pengguna, dan mengasah ketajaman potensai diri yang telah ada sebelum mereka dirusak oleh obat-obatan laknat itu.


“Jangan bilang peduli narkoba, kalau tidak peduli dengan mantan penggunanya” adalah Motto Rekan Sebaya Foundation. Sangat pas, dengan sosok Bu Aisah yang jasanya tak diragukan lagi dalam menangani pasien kecanduan sampai membuka lembaran kehidupan baru bagi mereka. Hal yang pantas, jika beberapa penghargaan telah diperoleh Bu Aisah. Terus semangat, Bu. Kami akan selalu mendukungmu.


Saat ini, Bu Aisah adalah kepala unit narkoba di RS Bhayangkara. Suami beliau, dr. Priyanto Sismadi diakuinya sebagai orang yang telah menjerumuskannya ke jalan dakwah seperti sekarang. Sebelumnya beliau bercita-cita menjadi dokter anak. Namun, saat itu Adiknya menjadi  salah satu korban penyalahgunaan obat terlarang. Selain adik kandungnya, adik suami, tetangga kanan-kiri juga menjadi pengguna. Hal ini membuat bu Aisah akhirnya membulatkan tekat untuk bergerak.


Beberapa tahun Bu Aisah memperdalam ilmu di Pusat rehabilitasi pengguna narkoba Malaysia. Lalu pulang ke Indonesia, membawa sebuah tantangan dari para suhu di sana. “Bangsa Indonesia baru akan sedikit aman dari Narkoba tigapuluh tahun kedepan.”


Ternyata, prediksi dari para guru besar di Malaysia membuat Bu Aisah tertantang untuk mewujudkan Indonesia Bebas Narkoba lebih cepat. Perlu digaris bawahi, tigapuluh tahun lagi itu, baru sedikit aman. Lalu, entah kapan Indonesia akan benar-benar aman? Tentu saja tergantung kita semua. Semakin banyak yang peduli dan aware tentang bahaya Narkoba, Insyaallah Indonesia bebas narkoba akan terwujud lebih cepat.


Materi diawali dengan sedikit pengetahuan tentang Otak manusia, perbedaan Pria dan Wanita dari segi komunikasi dan cara menghadapi masalah. Semua data disajikan dengan akurat dengan sumber penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.


Audience dibuat Grrr dengan gaya bercerita Bu Aisah yang kocak luarbiasa. Ekspresif dan sangat menghibur. Kami, sebagai guru juga orang tua di rumah diminta mengingat satu hal. Yaitu Laki-laki, berbicara hanya 7000 kata perhari. Sedangkan wanita, minimal harus 20.000 kata. Pengetahuan baru ini, perlu kita terapkan saat menghadapi anak-anak di rumah, suami/istri, rekan kerja di kantor dan semua orang yang kita temui.


Juga tentang para pria yang lebih cepat fokus dan konsentrasi pada satu hal, wanita yang multi tasking. Lalu tentang otak laki-laki yang lebih menyukai melihat benda-benda, otak wanita yang lebih senang mengamati wajah. Itu semua, adalah dasar untuk membangun keluarga yang aman dan nyaman. Jika anak-anak kita telah mendapat lingkungan rumah yang aman dan nyaman. Terpenuhi kebutuhan afeksinya. Dijamin seratus persen, mereka tidak akan mencari kenyamanan itu di luar. Dengan kasih sayang penuh dari lingkungan rumah, tak ada cerita lagi tentang anak yang bergaul dengan teman-temannya tanpa kontrol. Dengan kepercayaan anak pada Ibu/Ayahnya, diharapkan orangtua akan menjadi tempat bercerita, tempat sharing yang mencerahkan untuk anak-anak mereka.


Aih, bagian ini sepertinya sering kudengar juga dari Bu Ratna Megawangi. “Jika kebutuhan kasih sayang anak terpenuhi dengan baik dari lingkungan di sekitarnya, mereka tidak akan mencarinya dari sumber lain yang belum tentu aman.”


Satu jam sebelum materi berakhir, delapan orang dari teater seratus pecandu juga diminta merekonstruksi ulang saat mereka dulu menghadapi sakau, saat mereka fly, berhalusinasi dan sakit seluruh badan.


Rupanya, reaksi penolakan tubuh terhadap zat terlarang itu selalu sama: mual, pusing, muntah sebagai gejala awal pakai. Kemudian akan muncul sikap-sikap tak terpuji seperti mencopet, malak, merampok, tawuran, dan lain-lain. Semua dilakukan demi memenuhi kebutuhan mereka. Menghalalkan segala cara demi uang.


Nah, di akhir acara. Mereka  ternyata sudah membuat film pendek. Tentang pengalaman salah seorang pengguna yang kelima saudara kandungnya menjadi pemakai. Penasaran, karena yang kita lihat hanya cuplikan sekilas. Kabarnya Tanggal 28 Juni 2015 nanti mereka akan launching perdana kisah “Cukup Gue” itu di Plaza Semanggi. (Ini nih, Cp yang bisa kita hubungi jika berminat Rudi 085694742676).


Bu Aisah Dahlan rekomended sangat untuk mengisi parenting orangtua di sekolah-sekolah. Dijamin, tak akan kecewa. Untuk menghubungi beliau, bisa lewat asisten pribadinya (Mbak Nining 085691536656).

Sungguh beruntung, berada ditempatku bekerja sekarang. Karena kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri selalu diberikan ruang seluas-luasnya. Terimakasih IHF. ^_^ 

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...