Senin,
22 Juni 2015. Bertepatan dengan hari ulangtahun Kota Jakarta, kami mendatangkan
Ibu Dr. Aisah Dahlan untuk mengisi materi sharing di sekolah
karakter (Indonesia Heritage Foundation). Agenda sharing ini memang secara
rutin dilaksanakan oleh IHF untuk memperkaya staf dengan ilmu-ilmu baru. Tak
hanya mereka yang mengajar, namun seluruh staf dan karyawan (bahkan sampai OB dan satpam) juga turut serta terhanyut
dengan materi yang dibawakan dengan metode edutaiment
selama 3 jam itu.
Setelah
MC membuka acara, rangkaian sharing diawali dengan penampilan “orkes seratus pecandu” atau “teater seratus pecandu” membawakan tiga
mendle lagu berturut-turut. Unik,
karena semua pemain di orkes/teater seratus pecandu adalah 99,99% mantan
pecandu alias pengguna penyalahgunaan
drugs/narkotika.
Mereka,
para remaja mantan pecandu se-JABODETABEK yang telah dibina oleh Ibu Aisah
Dahlan dan berada dibawah naungan Yayasan Rekan Sebaya Foundation Jakarta. Ini
adalah langkah beliau untuk melindungi para pengguna yang telah clean dengan
kegiatan bermanfaat (berteater dan
bermusik) mencegah agar tidak kembali ke jalan yang salah. Disana, mereka
saling menguatkan antar sesama. Menemukan jati diri yang telah hilang selama
mereka menjadi pengguna, dan mengasah ketajaman potensai diri yang telah ada
sebelum mereka dirusak oleh obat-obatan laknat itu.
“Jangan
bilang peduli narkoba, kalau tidak peduli dengan mantan penggunanya” adalah
Motto Rekan Sebaya Foundation. Sangat pas, dengan sosok Bu Aisah yang jasanya
tak diragukan lagi dalam menangani pasien kecanduan sampai membuka lembaran
kehidupan baru bagi mereka. Hal yang pantas, jika beberapa penghargaan telah
diperoleh Bu Aisah. Terus semangat, Bu. Kami akan selalu mendukungmu.
Saat
ini, Bu Aisah adalah kepala unit narkoba di RS Bhayangkara. Suami beliau, dr.
Priyanto Sismadi diakuinya sebagai orang yang telah menjerumuskannya ke jalan
dakwah seperti sekarang. Sebelumnya beliau bercita-cita menjadi
dokter anak. Namun, saat itu Adiknya
menjadi salah satu korban
penyalahgunaan obat terlarang. Selain adik
kandungnya, adik suami, tetangga kanan-kiri juga menjadi pengguna. Hal ini
membuat bu Aisah akhirnya membulatkan tekat untuk bergerak.
Beberapa
tahun Bu Aisah memperdalam ilmu di Pusat rehabilitasi pengguna narkoba
Malaysia. Lalu pulang ke Indonesia, membawa sebuah tantangan dari para suhu di
sana. “Bangsa Indonesia baru akan sedikit aman dari Narkoba tigapuluh tahun
kedepan.”
Ternyata,
prediksi dari para guru besar di Malaysia membuat Bu Aisah tertantang untuk
mewujudkan Indonesia Bebas Narkoba lebih cepat. Perlu digaris bawahi, tigapuluh
tahun lagi itu, baru sedikit aman. Lalu, entah kapan Indonesia akan benar-benar
aman? Tentu saja tergantung kita semua. Semakin banyak yang peduli dan aware tentang bahaya Narkoba, Insyaallah
Indonesia bebas narkoba akan terwujud lebih cepat.
Materi
diawali dengan sedikit pengetahuan tentang Otak manusia, perbedaan Pria dan
Wanita dari segi komunikasi dan cara menghadapi masalah. Semua data disajikan
dengan akurat dengan sumber penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.
Audience
dibuat Grrr dengan gaya bercerita Bu Aisah yang kocak luarbiasa. Ekspresif dan
sangat menghibur. Kami, sebagai guru juga orang tua di rumah diminta mengingat
satu hal. Yaitu Laki-laki, berbicara hanya 7000 kata perhari. Sedangkan wanita,
minimal harus 20.000 kata. Pengetahuan baru ini, perlu kita terapkan saat
menghadapi anak-anak di rumah, suami/istri, rekan kerja di kantor dan semua
orang yang kita temui.
Juga
tentang para pria yang lebih cepat fokus dan konsentrasi pada satu hal, wanita
yang multi tasking. Lalu tentang otak laki-laki yang lebih menyukai melihat
benda-benda, otak wanita yang lebih senang mengamati wajah. Itu semua, adalah
dasar untuk membangun keluarga yang aman dan nyaman. Jika anak-anak kita telah
mendapat lingkungan rumah yang aman dan nyaman. Terpenuhi kebutuhan afeksinya. Dijamin
seratus persen, mereka tidak akan mencari kenyamanan itu di luar. Dengan kasih
sayang penuh dari lingkungan rumah, tak ada cerita lagi tentang anak yang
bergaul dengan teman-temannya tanpa kontrol. Dengan kepercayaan anak pada
Ibu/Ayahnya, diharapkan orangtua akan menjadi tempat bercerita, tempat sharing
yang mencerahkan untuk anak-anak mereka.
Aih,
bagian ini sepertinya sering kudengar juga dari Bu Ratna Megawangi. “Jika
kebutuhan kasih sayang anak terpenuhi dengan baik dari lingkungan di
sekitarnya, mereka tidak akan mencarinya dari sumber lain yang belum tentu
aman.”
Satu
jam sebelum materi berakhir, delapan orang dari teater seratus pecandu juga
diminta merekonstruksi ulang saat mereka dulu menghadapi sakau, saat mereka
fly, berhalusinasi dan sakit seluruh badan.
Rupanya, reaksi penolakan tubuh terhadap zat terlarang
itu selalu sama: mual, pusing, muntah sebagai gejala awal
pakai. Kemudian akan muncul sikap-sikap
tak terpuji seperti mencopet,
malak, merampok, tawuran,
dan lain-lain. Semua dilakukan demi memenuhi kebutuhan
mereka. Menghalalkan segala cara demi uang.
Nah, di akhir acara. Mereka ternyata sudah membuat film pendek. Tentang pengalaman
salah seorang pengguna yang kelima saudara kandungnya menjadi pemakai.
Penasaran, karena yang kita lihat hanya cuplikan sekilas. Kabarnya Tanggal 28
Juni 2015 nanti mereka akan launching
perdana kisah “Cukup Gue” itu di Plaza Semanggi. (Ini nih, Cp yang bisa kita
hubungi jika berminat Rudi 085694742676).
Bu Aisah Dahlan rekomended sangat untuk mengisi
parenting orangtua di sekolah-sekolah. Dijamin, tak akan kecewa. Untuk
menghubungi beliau, bisa lewat asisten pribadinya (Mbak Nining 085691536656).