Minggu, 26 Juni 2016

Resensi Buku Anak - Lomba di Hutan Bambu




Resensi buku (Lomba di Hutan Bambu)

Judul Buku: Lomba di Hutan Bambu
Penulis: Naning Chandra
Editor: D Kurniawan
Ilustrator: T Benson
Penerbit: Tiga Ananada
Jenis: Pictbook


Pampam Panda dan Sam Sigung akan ikut lomba halang rintang di hutan bambu. Leon Singa yang mendengarnya nenertawakan Pampam. “Mana mungkin Pampam menang, coba lihat tubuhnya yang gemuk dan ;amban itu,” seru Leon Singa.

Pampam jadi sedih mendengar perkataan Leon. Namun demikian Pampam tetap ikut lomba halang rintang. Pada akhirnya lomba lari halang rintang itu dimenangkan oleh Pampam Panda.

Bagaimana lomba itu bisa dimenangkan oleh Pampam? Apa yang terjadi pada Leon selama lomba berlangsung? Kenapa Leon yang bisa berlari cepat malah tertinggal jauh di belakang?


Buku cerita ini mengajak ananda mengerti pentingnya berkata bijak dan baik kepada teman. Sesumbar dan kesombongan bisa berakibat buruk bagi dirinya sendiri. Dengan ilustrasi yang menarik di sisi kiri, tulisan di sisi kanan ananda yang baru bisa membaca akan lebih mudah memahami keseluruhan isi cerita. Dibagian akhir, ada kesimpulan inti cerita dan games menarik yang bisa dipecahkan oleh ananda.

Kamis, 31 Maret 2016

Pameran Kostum / Di Muat di Bobo No 50 / Tanggal 17 Maret 2016

Pameran Kostum
Ari Saptarini


      “Bun, kata Farel, nanti malam ada pameran kostum di Taman Bianglala,” seru Dodo saat melihat Bundanya pulang kerja.
      “Oh, ada pameran kostum? Lalu?” tanya Bunda sambil menundukkan badan setinggi tubuh Dodo.
     “Dodo mau lihat, Bun!”
     “Tapi, Ayah masih di luar kota, Sayang. Om Deki juga kan sedang sibuk dengan tugas kuliahnya.”  
      Om Deki adalah adik kandung Bunda Dodo. Saat ini, Om Deki sedang melanjutkan kuliah di Jakarta dan tinggal di rumah Dodo.
      “Bunda kan, bisa naik motor?”
     “Eh, tapi Bunda enggak terbiasa naik motor malam hari, Nak,” jawab Bunda.
     “Ya udah deh, Dodo tunggu Om Deki saja.  Mungkin sebentar lagi pulang,” ucap Dodo berlalu sambil memajukan mulutnya. Tapi rupanya, Om Deki tak juga muncul.
       Esok paginya, Dodo tidak melihat Om Deki. Tak seperti biasanya. Kemana ya, Om Deki? tanya Dodo dalam hati.
      “Bunda, memangnya Om Deki pulang jam berapa semalam?”
      “Hmmm, kalau tidak salah sekitar jam sepuluh. Ayo, lekas Dodo minum susunya, kita segera berangkat,” jawab Bunda.
       Sudah tiga hari ini, Om Deki berangkat lebih pagi dan pulang larut malam. Kata Bunda, Om Deki sedang menyelesaikan tugas kuliah. Selama tinggal di rumah , Om Deki sering mengajak Dodo jalan-jalan. Karena Ayah Dodo kerjanya di Bandung dan baru pulang setiap Jumat malam.
      “Kapan Ayah pulang, Bun?” tanya Dodo ketika motor berhenti di halaman sekolah Dodo.
      “Jumat malam, seperti biasa,” jawab Bunda sambil membantu Dodo turun.
       “Nah, Dodo baik-baik di sekolah, ya! Nanti pulang dijemput Mbak Narti seperti biasa,” pesan Bunda sebelum melanjutkan perjalan ke kantor.
       “Do, sudah lihat pameran kostum di Taman Bianglala, belum? Tanya Farel saat istirahat.
       “Enggak ada yang nganter, Rel. Ayahku masih di Bandung. Om Deki sibuk sama tugas kuliah. Kamu udah lihat, Rel?”

      “Iya, semalam aku lihat. Seru banget. Ada yang pakai kostum Superhero, Doraemon, Monster, Naga, dan banyak lagi. Pameran kostumnya masih lama, kok, Do. Kata mama, sampai minggu depan.”
      Dodo pun tak sabar menunggu Sabtu. Karena waktu telepon tadi pagi, Ayah berjanji mau mengajak Dodo ke Taman Bianglala.
      “Asyik…,” pekik Dodo girang saat Bunda bilang Ayah dalam perjalanan pulang.
      “Jadi, besok malam kita bisa ke Taman Bianglala ya, Bun.”
     “Sebaiknya kita doakan Ayah, agar segera sampai dengan selamat di rumah,” ajak Bunda.
      Jumat malam, Dodo melawan rasa kantuknya. Menunggu Ayah pulang di teras rumah. Bunda berulangkali mengingatkan Dodo agar tidur saja. Tapi Dodo tetap bertahan sambil bermain lego.
       Ayah yang ditunggu-tunggu belum juga muncul. Malah Om Deki datang duluan.
“Lho, Do? Belum tidur, kamu?”
“Nunggu ayah pulang, Om.”
“Anginnya kencang di sini. Masuk aja, yuk. Kita tunggu di dalam,” ajak Om Deki.
       Mulanya Dodo menolak. Tapi Om Deki langsung mengeluarkan mainan yang baru dibelinya. Sebuah yoyo yang bisa menyala jika dimainkan.
      “Lihat, Om tadi beli di Taman Bianglala. Dodo bisa cara mainnya enggak?” Om Deki langsung mempraktikkan cara bermain yoyo di hadapan Dodo. Tanpa sadar Dodo sudah berada di dalam kamarnya.
      “Om Deki dari Taman Bianglala?”
      “Iya. Om dan teman-teman kuliah sedang ada tugas di sana. Makanya Om selalu pulang malam sekarang. Maaf, ya, jadi jarang ngajak Dodo main.”
     “Om lihat pameran kostum enggak di sana? Teman-teman Dodo di sekolah banyak yang cerita. Dodo sebenarnya kepingin ke sana, Om.”
      “O, jadi Dodo mau lihat pameran kostum?  Hmmm, kalau gitu sekarang Dodo cuci muka, cuci kaki terus tidur. Besok malam, minta tolong diantar ayah ke sana, ya.”
      “Yup, Terima kasih yoyonya, Om.”
        Pagi hari, Dodo merasa tak enak badan. Kepalanya pusing dan badannya demam. Bunda sudah menyiapkan sarapan dan segelas air putih. Tapi Dodo hanya makan tiga suap nasi.
      “Bun, Dodo capek,” ucap Dodo lirih.
      “Wah, jangan-jangan kamu masuk angin, Do” Bunda bergegas menyiapkan obat.
       “Maafin Ayah ya. Lain kali kau mau tunggu ayah pulang, Dodo main di kamar saja.” Ayah langsung memeluk dan mengangkat Dodo ke tempat tidurnya.  “Sekarang istirahat dulu, biar rencana ke Taman Bianglala nanti malam jadi.”
       Tapi sampai sore, Dodo masih saja demam.
       “Kita ke Taman Bianglalanya Minggu malam saja ya, sayang. Dodo masih perlu istirahat,” saran Ayah.
      Sore itu, Om Deki pulang membawa beberapa teman.
      “Kenalin, Do, ini teman kuliah, Om. Nanti, Om Deki dan teman-teman akan segera berubah,” seru Om Deki bersemangat.
     “Berubah? Maksudnya?” tanya Dodo bingung.
      Tak berapa lama, Dodo girang sampai melupakan pusingnya. Karena Dodo melihat pameran kostum di rumahnya sendiri.
     “Jadi yang di Taman Bianglala itu, Om Deki?”
     “Ayo, Dodo mau foto sama kostum apa? Jangan lupa bayar sebelum foto, ya,” kata Om Deki.
       Malam itu, walau Dodo gagal pergi ke Taman Bianglala karena masuk angin. Tapi Dodo senang bisa foto bersama teman-teman Om Deki yang memakai kostum.

Selesai













Pertunjukan Perdana Dolpi
Ari Saptarini

Dolpi melihat Pino meliuk dan berbelok dengan kecepatan tinggi. Lalu melompat di permukaan dan berdiri dengan ekornya. “Wow, kerennn!” pekik Dolpi dari bangku penonton. Dolpi si Lumba-lumba ingin sekali seperti Pino, temannya. 

Dolpi dan Pino masuk ke kelas pertunjukan tiga tahun lalu. Tapi takdir mereka berbeda, Pino sudah berulang kali tampil di pertunjukan Raja Samudra. Sedangkan Dolpi selalu gagal di ujian akhir. Sehingga dia harus mengulang kelas yang sama hingga tahun ketiga.

“Selamat Pino, kamu semakin hebat!” puji Dolpi saat pertunjukan usai. 
“Terimakasih Dolpi, kamu juga akan bisa sepertiku jika rajin berlatih,” jawab Pino ketika mereka pulang bersama.

“Aku belum bisa memutar tubuhku dengan cepat, padahal ujian tinggal seminggu lagi,” keluh Dolpi. 

“Hmmm, bagaimana kalau kita latihan bersama lusa?” tawar Pino berseri-seri. 
“Setuju,” jawab Dolpi girang. Dolpi tak menyangka, Pino mau meluangkan waktu berlatih bersamanya.

Hari latihan pun tiba. Dolpi dan Pino menuju Taman Terumbu Karang sebagai garis awal, dan mereka akan selesai di dekat Istana Raja Samudra. Jaraknya sekitar sepuluh kilometer. Hari ini mereka akan berlatih berbelok dengan kecepatan tinggi tanpa menabrak karang. 
Berita bahwa Pino si ahli akrobat akan beraksi menyebar ke penjuru samudra. Ikan-ikan kecil dan para kerang menyingkir dari jalur lomba. 

Dolpi dan Pino memulai aksinya, berbelok dengan kecepatan tinggi, lalu berdiri dengan ekor dan berenang terbalik. Penghuni samudra yang menyaksikan tak henti memberi sorakan. 
Diam-diam Dolpi salut dengan Pino yang masih semangat berlatih. Padahal, kemampuannya meliuk dan menukik tak tertandingi. Sedangkan dia? Pantas saja kalau kemampuannya segitu-segitu aja. Itu karena selama ini dia cepat puas dengan hasil yang dicapai. 

Tahun pertama mengikuti kelas pertunjukan, Dolpi sering tertidur saat kelas berlangsung. Tahun kedua, Dolpi mengulang kelas dari awal karena ingin diterima seperti Pino. Pino begitu mudahnya diterima di tahun pertama. Namun saat ujian akhir tahun kedua, Dolpi malah mengundurkan diri karena belum siap. Tahun ketiga ini, Dolpi bertekat untuk lolos ujian akhir. Semua bahan ujian dipersiapkannya dengan baik. Buku teori dan catatan di bacanya kembali satu-satu. Tekatnya bulat untuk berhasil. 

“Hu... hah... hu... hah...,” Dolpi ngos-ngosan. Dia segera meluncur ke permukaan untuk menghirup oksigen dengan paru-parunya. Ah, Pino pasti sudah sampai, pikir Dolpi. Saat menyembul ke permukaan samudra, Dolpi mencoba gerakan yang baru dilatihnya. Mendorong tubuh ke atas permukaan untuk melakukan lompatan di udara. Lalu menjaga keseimbangan berdiri dengan ekornya. 

“Tolong..., tolong!” tiba-tiba terdengar teriakan dari arah belakang. Tapi, kenapa seperti suara Pino? Batin Dolpi.

Benar! Itu Pino, Dolpi bergegas menghampiri sahabatnya. Di sana juga ada dua ekor kura-kura muda. 
Rupanya sirip pino tersangkut terumbu karang. Dolpi berhasil melepaskannya, tapi sirip Pino luka parah. 

“Maafkan aku, karena menyelamatkan kami, temanmu jadi luka parah,” ucap salah satu kura-kura itu ketakutan. 

“Lekas menyingkir! Bau darah akan membuat hiu datang ke sini,” Pino meminta kedua kura-kura muda untuk pergi meninggalkan mereka berdua. 

Dolpi membantu Pino pulang ke rumah dan menghentikan pendarahan di ekor Pino yang tergores. 
Keesokan harinya, Pino meminta Dolpi menggantikannya di pertunjukan yang diadakan Raja Samudra. 
“Lho, aku kan belum lolos ujian akhir? Kenapa kau tidak minta tolong yang lain saja, Pino?”
“Tidak apa, kamu cuma perlu Percaya diri! Itu saja. Semua teknik sudah dikuasai, hanya rasa percaya dirimu yang masih perlu ditingkatkan,” jelas Pino panjang lebar. 
“Tapi aku...,”

“Cobalah sekali ini. Jika kamu berhasil mengalahkan rasa takutmu, Dolpi adalah pemenang.”
Dolpi tak kuasa menolak, apalagi Pino terluka saat berlatih bersamanya kemarin. Diingatnya saat hari ujian akhir tahun lalu, Dolpi mengundurkan diri karena merasa tak siap harus tampil di depan para juri. Tapi besok adalah pertunjukan perdananya, bukan lagi ujian. Aku hanya harus menampilkan yang terbaik seperti saat latihan. Begitu pikir Dolpi. 

Aku siap! Siap, pokoknya harus siap! Dolpi terus menerus mengucapkan kata-kata itu di hati dan pikirannya. Hari ini, dia akan tampil menggantikan Pino. Ekor Pino masih diperban, Dolpi melihatnya di bangku penonton. “Doakan aku ya, Pino!” teriaknya.

Penampilan perdana Dolpi mendapat sambuatan luarbiasa dari penonton. Raja Samudra juga terkesan. Benar kata Pino, ternyata aku bisa! Dolpi jadi tak sabar menunggu Pino sembuh. Saat itu, dia akan berduet dengan Pino dan memberikan penampilan yang paling berkesan untuk semua penonton di samudra ini. 

“Terimakasih Pino, sudah memberiku kesempatan. Kau sahabatku yang paling baik,” bisik Dolpi pelan.


 Cerita ini dimuat di Solo Pos Hari Minggu Tanggal 9 November 2015 



Minggu, 06 September 2015

Resensi Buku Anak _ Keluhan Sepatu Yang Tak Pernah Mandi

Judul: Keluhan Sepatu Yang Tak Pernah Mandi
Judul Buku: Pembalasan Sepatu Biru
Penulis: Nabila Anwar
Illustrator: InnerChild Studio
Penerbit: Tiga Serangkai Solo
Jumlah Halaman: 36 Halaman Picture Book
Cetakan I: Agustus 2015


Sepatu Biru merasa malu, di rak sepatu sekolah dia dijauhi teman-teman sepatu. Ini karena mukanya yang dekil dan bau. Pantas saja, si empunya tak pernah mencucinya sejak sepatu itu dibeli dari toko. Sepatu biru selalu diperlakukan tak baik, seperti untuk melempar kucing, diinjak ban sepeda, dibiarkan kehujanan dan basah. 

Resume Buku_Ketika Kaos Kaki Bersembunyi

Judul: Ketika Kaos Kaki Bersembunyi
Judul Buku: Sst, Ayo Sembunyi
Penulis: Nabila Anwar
Illustrator: InnerChild Studio
Penerbit: Tiga Serangkai Solo
Jumlah Halaman: 36 Halaman Picture Book
Cetakan I: Agustus 2015

Sania selalu meletakkan kaus kakinya di sembarang tempat. Akhirnya dia kebingungan sendiri saat memerlukan kaus kaki itu untuk latihan Badminton. Kak Reno, Kimi adiknya, Ayah dan Bunda berulang kali mengingatkan Sania agar meletakkan kaus kaki di dalam sepatu, di rak atau langsung di ember. Tapi, tetap saja masih di bawah Meja Makan.
“Hei Ho..., kita disini,” kata kaus kaki kiri. “Biar saja, sekali-kali aku ingin istirahat,” kata kaus kaki kanan. (Halaman 29). Akhirnya sepasang kaus kaki itu sepakat untuk sembunyi dari Sania. Setelah lelah mencari, hari itu Sania pergi ke latihan Badminton tanpa kaus kakinya.

Resume Buku Anak _ Ketika Tas Sekolah Bercerita


Judul Buku: Hei, Aw, Kreek!
Penulis: Nabila Anwar
Illustrator: InnerChild Studio
Penerbit: Tiga Serangkai Solo
Jumlah Halaman: 36 Halaman Picture Book
Cetakan I: Agustus 2015


Tas merah hati selalu was-was tiap hari. Bagas selalu menjadikan tas merahnya itu benda-benda lain. “Helikopter! Serangan laba-laba terbang! Senjata melawan moster bayangan! Tuh kan, kelakuan Bagas menjadikanku seperti tumpukan kain perca saja. Aku tidak suka! Bermain seperti tadi membuatku pusing, gatal dan sakit. “Krek,” dan benar saja, aku robek di bagian depan. Buku dan alat tulis Bags Pun berhamburan keluar. 

Sabtu, 05 September 2015

PANTUN PUASA

Ari Saptarini 

Si Ujang datang membawa Nangka
Nangka disimpan dalam karung
Ayo silaturahim ke tetangga
Sebelum kita pulang kampung

Nangka matang harum baunya
Si Adik tergoda untuk makan
Paling nikmat waktu berbuka
Kumpul keluarga di kampung halaman

Belajar puasa setengah hari
Sekuat tenaga Adik bertahan
Banyak saudara panjang rizki
Itulah berkah Bulan Ramadhan

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...