Konser
Mini
Oleh
: Ari Saptarini
Jam pelajaran kedua, sebelum bel istirahat
berbunyi.
“Hei…, hei teman-teman! Yuk kumpul di sini,
kita diskusi,” ucap Andi kepada teman-teman sekelasnya.
Bu Indri mengawasi gerak gerik siswa kelas
tiga, penuh tanda tanya, sembari merapikan berkas dan buku di meja kerjanya,
mencuri dengar obrolan Andi dan beberapa siswa.
“Kita minta ijin ke bu Indri aja,” pendapat
Sari, diamini yang lain.
“Bu, kita mau mengadakan konser mini di
kelas, panitianya kita sendiri, boleh kan, Bu?”
“Konser mini? kegiatannya seperti apa?” tanya bu Indri.
“Kita mau bernyanyi, Bu, menirukan lagu
dari komputer,” jawab Andi.
“Lagunya bu Indri cek dulu ya, sesuai
dengan anak SD atau lagu dewasa,” lanjut Bu Indri.
Bu Indri mencari lagu yang disebutkan
siswanya menggunakan jasa mesin pencari di internet, satu lagu dengan tema dewasa
di coret, kertas berisi data lagu yang akan dinyanyikan dikembalikan ke Andi.
“Yang Ibu coret di kertas itu, artinya
belum sesuai dengan usia kalian, coba cari yang lain.”
“Ngomong-ngomong, kalian punya ide untuk
mengadakan konser mini dari siapa?” tanya bu Indri di jam pelajaran berikutnya,
setelah istirahat.
“Dari kakakku, Bu! Kemarin anak SMP juga
mengadakan konser mini untuk mencari dana” Esa menimpali, menceritakan panjang
lebar tentang kakak perempuannya yang menampilkan gerak dan lagu, mengumpulkan
dana untuk kunjungan ke tempat wisata.
“Oh…, oke! pesan bu Indri satu, jika
kalian sungguh-sungguh dan serius mengarap acaranya, InsyaAllah akan bu Indri
bantu, semoga sukses!”
Berbekal ilmu membuat undangan saat
pelajaran Bahasa Indonesia, siswa perempuan membuat undangan konser kelas tiga,
sederhana. Suatu kebanggaan melihat siswanya belajar tak hanya dari teori di
buku saja, tapi praktek langsung dengan ide kreatif mereka. Bu Indri tersenyum
di balik meja kerjanya.
Keesokan harinya,
Bu Indri beristirahat di ruang guru,
sambil menikmati teh manisnya, di bawah kipas angin yang berputar pada tombol
maksimal, waktu istirahatnya tersita, dikerumuni guru kelas lain yang
kebingungan dengan konser mini kelas tiga.
“Bu, siswa kelas tiga itu…, mereka membagikan
lembaran-lembaran kertas HVS bertuliskan nominal uang seribu rupiah dan dijual
ke adik kelasnya,” kata Bu Ratna. “Mereka bilang itu tiket konser.”
“Kelas tiga mau mengadakan acara apa, Bu?
kok beritanya belum kami dengar?” ucap para guru silih berganti.
“Hah, mereka menjual tiket?” bu Indri terkejut
dan bergegas menuju ruang kelas tiga.
Dua siswi perempuan sedang menawarkan kertas
HVS, kepada adik kelas dua.
“Sari, sini sebentar!” panggil bu Indri.
“Kok pakai tiket segala konsernya?” di
ruang guru, bu Indri minta penjelasan dari beberapa siswa.
Mengadakan konser mini, memang sudah
disetujui, tapi, menjadikannya tempat mencari keuntungan? tunggu dulu! Ada yang
harus dibicarakan segala hal yang berkaitan dengan rupiah.
Kesimpulan dari diskusi siang itu, bahwa
uang yang sudah dibayarkan sebagai tiket menonton konser harus dikembalikan.
“Bu Indri mengijinkan kalian untuk membuat
acara sendiri, yang kalian sebut konser mini, tapi tolong, acara itu tidak
untuk kepentingan mencari untung.”
Raut kecewa terlihat di mata para siswa.
Hari konser pun tiba, tak ada inisiatif
dari Andi dan teman-temannya untuk meminta bantuan. Bu Indri mengawasi siswa
yang lalulalang di depan matanya.
“Andi! Konser mininya hari ini bukan? Jam
istirahat pertama? Kok sepi?”
“Batal bu, diundur Hari Senin minggu
depan.” Andi terlihat kecewa.
Saat hari yang direncanakan, beberapa
siswa perempuan sakit dan persiapan konser mini pun tertunda.
Bu Indri ceramah panjang lebar untuk tetap
memunculkan semangat siswa-siswinya,
“Ide kalian hebat! luar biasa, saat kelas
tiga SD dulu, bu Indri sama sekali tak terlintas untuk mengadakan acara
sendiri, semuanya masih di atur dan direncanakan oleh guru bu Indri.”
“Kepanitiaan, yang sudah kalian praktikkan
itu, bu Indri baru mengenalnya ketika SMP”
Senin pagi,
Dengan bantuan guru kelas yang sangat
mengerti dan memahami siswanya, acara mini konser pun berlangsung tertib dan
seru. Bu Indri tersenyum sambil mengamati kelakuan siswanya yang luar biasa.
Lima belas menit berlalu tak terasa,
konser usai, Andi mewakili teman-temannya menyerahkan amplop berisi beberapa
lembar uang ribuan ke gurunya.
“Bu, ini uang tiket konser mini, kami
sumbangkan ke kotak empati kelas tiga saja. Semoga bermanfaat untuk korban
bencana.” Andi menyerahkan amplop di meja.
“Jadi, adik-adik kelas yang menonton tadi,
mereka bayar?” bu Indri bertanya dengan nada tegas.
“Tapikan uangnya untuk korban bencana, Bu!”
tegas Andi.
Bu Indri mematung dengan raut wajah tegas
di depan Andi, namun tersenyum semakin lebar di hatinya.
-Selesai-