Rumah jin itu menggantung dengan empat pohon
Randu sebagai tiangnya. Bagian bawahnya adalah kali kecil yang mengalir di
dalam kompleks perumahan, sisi kanannya lapangan voli yang kini selalu ramai adu
layang-layang tiap siang menjelang sore. Sisi kirinya sebuah masjid, dipenuhi
anak-anak manusia, mengaji di sana. Di bagian depan masjid itulah perumahan manusia
berderet rapi, seperti berbaris dalam pasukan obade yang menyanyikan lagu
nasional saat upacara proklamasi. Rumah malaikat, ada di atas perumahan manusia,
Luas tak bertepi, tergantung di kaki langit semesta, beralaskan awan. Menaungi
rumah-rumah penduduk agar tak terpapar sinar ultraviolet langsung dari
matahari.
“Kau memang jin pemalas! tiap hari hanya bengong
di dengan tv lalu tidur,” ucap kepala rumah tangga di rumah perkumpulan jin.
“Saya bosan, Bos! Karena tak pernah berhasil
menggoda manusia di sana,” ucapnya sambil menunjuk jamaah sholat Asar yang
sedang melaksanakan ibadahnya.
“Sudah berapa manusia yang kau goda? Ayolah!
Jangan pantang menyerah seperti itu, kalau tak berhasil menggoda si A, masih
ada si B, si C dan sederet manusia peragu lainnya.”
“Ribuan kali mencoba, tapi bayang malaikat
pelindung manusia itu mengganggu.”
“Aku pernah mengingatkanmu, Tomtom! Jangan
pernah jatuh cinta dengan malaikat penjaga, apalagi manusia! Ayo kerja!
Berangkat! Berangkat!” ucap kepala rumah tangga mengakhiri nasihatnya pada
Tomtom, jin termuda.
Alih-alih mempersiapkan diri untuk kerja,
Tomtom malah mengambil sapu, membersihkan rumah jin yang mereka sebut rumah
kontrakan sementara itu. Ya, memang hanya sementara mereka tinggal di sana.
Bangsa jin menjalani proses pendidikan untuk menentukan kerja apa yang paling
pas untuknya.
Siswa-siswi jin yang sedang ‘belajar’ itu
tinggal selama ratusan tahun di rumah kontrakan yang menggantung di pohon Randu
dan tidur berdesakan sambil berdiri. Ada pula yang memilih tidur bergelantungan
di cabang pohon Randu. Tiap satu pleton pasukan jin, beranggotakan ratusan
siswa-siswi jin, mempunyai seorang ketua dan seorang kepala rumah tangga.
Namun, ketua pasukan Tomtom tak pernah
kembali ke rumah. Dia jatuh cinta dengan seorang anak manusia dan rela pindah
ke rumah manusia yang disukanya, tinggal di gudang rumah itu. Dan saat ini,
kepala rumah tangga adalah juga ketua.
Semua penghuni pergi, kecuali Tomtom.
Memegang sapu, tapi pikiran Tomtom melayang-layang
ke angkasa. Jika terus-menerus melanggar kode etik jin, Tomtom sadar akan
segera diusir dari rumah itu, menjadi jin lontang-lantung, tanpa teman dan
keluarga. Memikirkannya saja, membuat Tomtom mengeryitkan dahi.
Tomtom merasa ada yang sedang mengawasi
tingkahnya. Benar,! dari lapangan voli. Seorang anak manusia mengamatinya,
Tomtom salah tingkah.
‘Ups, apa anak manusia itu bisa melihatku,
ya?’ pikir Tomtom
Langsung diletakkannya sapu, mengunci pintu
dan keluar rumah. Baru beberapa meter meninggalkan rumah, terdengar suara
memanggilnya.
“Tomtom …, tunggu!”
Tomtom menoleh dan, Ah, malaikat penjaga itu
lagi rupanya.
“Bagaimana? Sudah kau pikirkan tawaranku?”
Tomtom masih ingat tawaran kerja menggiurkan malaikat
penjaga itu, dan itulah yang selalu membuatnya ragu.
“Kau bisa jadi tukang bersih-bersih di taman
rumah malaikat kami, atau menjadi asisten malaikat penjaga dengan mengawasi
anak ini. Anak ini mengetahui keberadaanmu, dia Indigo.” Tawaran malaikat
penjaga waktu itu.
Tomtom malu mengakui, tak ada sejarah dari
silsilah keluarganya, menjadi jin Baik hati.