Rabu, 25 Juni 2014

Karena Asma, Rokok Aromaterapi?




Sejak tahu bahwa rokok itu berbahaya, aku selalu berusaha menghindar. Jangan salah, ayahku dulu perokok berat, namun penyakit lemah dan pembengkakan jantung yang terdiagnosis dini, membuat ayah berhenti merokok dan menjalani terapi untuk menghilangkan kecanduannya. Sejak itu, rumahku aman dari asap rokok.

Entah kenapa banyak orang terbius dengan kenikmatannya. Padahal iklan rokok di televisi, adalah iklan paling jujur yang pernah ada.
‘Menyebabkan kangker, gangguan kehamilan dan janin’ begitu tertulis pada akhir iklan rokok, jenis apapun.
Tak main-main lho, kangker itu penyakit yang masuk dalam lima besar pembunuh manusia saat ini. Namun banyak teman, relasi kerjaku berdalih,
‘kalau memang sudah takdirnya mati, ya mati. Nikmati saja rokok selama masih diberi kesempatan hidup’

Ih, konsep salah kok di pertahankan. Kesel aku, jika ada orang yang berkata seperti itu. Bukan hanya karena terganggu saja, aku menegur mereka para perokok. Namun rasa sayang, umur panjang, selalu sehat sampai ajal menjemput, itu yang sebenarnya doaku untuk mereka, para perokok. Adikku seorang perawat, dan dia merokok. Duh, kontradiktif dengan profesi yang dijalani. Pagi hari berkoar pada pasiennya bahaya rokok, malamnya dia lakukan sendiri, seperti bunuh diri. Padahal dia tahu benar, salah satu Om kami, meninggal karena komplikasi kangker paru dan radang otak. Om Dar adalah perokok berat.

Pasca operasi cesar anak pertama, aku heran melihat ruang tindakan beraroma asap. Ternyata itu ulah dokter kandungan yang telah selesai melakukan tindakan. Untuk mengatasi ketegangan, dia selalu merokok tiap sebelum dan sesudah melakukan operasi. Bayangkan jika sehari dia melakukan operasi kepada enam orang pasien, habislah satu bungkus rokok tak bersisa.

Akhir-akhir ini aku heran dengan ulah beberapa tetangga kanan kiri. Ibu-ibu yang doyan ngerumpi di warung si abang sayur bersamaku, sekarang mereka selalu membawa asap mengepul di tangannya. Kuamati mereka dengan tatapan penuh curiga, entah apa yang ada di pikiran para ibu muda nan shalihah itu, kini menjadi penikmat rokok. Namun masih tak berani tanya.

“Mau coba, Bunda Ardho?” tanya salah seorang dari mereka.
“Coba apa? Rokok? Ih, makasih deh,” jawabku.
“Ini untuk kesehatan, kok”
“Untuk kesehatan? Maksudnya?”
“Iya, ini rokok aromaterapi. Bisa mengurangi sesak nafas karena asma.”
“Hah? Kalau rokok bisa menyebabkan penyakit asma. Aku baru percaya. Hahaha ….” Jawabku
“Enggak, ini bukan rokok seperti biasanya, coba aja hirup, nih asapnya,” ucap bu Mimin sambil menyemburkan asap mengepul dari hidungnya ke arahku.

Partikel asap yang katanya aromaterapi itu menyeruak masuk ke dua lubang sensor aroma di mukaku. Tiba-tiba ketenangan menyelimuti kalut yang ada di otakku, damai, syahdu. Wangi aromaterapi  campuran antara lavender dan kayumanis benar-benar kurasakan memenuhi ruangan tempatku berpijak saat ini. Astaga! Apakah aku menikmatinya? Pakai reflek memejamkan mata pula, wah.

Sembari terpejam menikmati aromaterapi di salah satu sudut warung sayur itu, terdengar bu Santi menawarkan barang dagangannya.
“kalau mau pesan ke saya ya, Bunda Ardho. Murah, kok. Satu bungkus isi duabelas harganya duapuluh lima ribu.”

Based On True Story
(ini dialami tanteku, yang katanya, sedang menjalani terapi asma dengan rokok aromaterapi)

Tidak ada komentar:

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...