Senin, 16 Juni 2014

Pabrik Tua di Tengah Kebun Teh



‘Jalan Buntu! Dilarang masuk!’

Tertulis di plang kayu, terpasang melintang di halaman sebuah pabrik tua yang berhenti produksi. Dulu, Pabrik tua itu memproduksi teh tubruk merk terkenal dengan harga mahal. Kini, tinggal bangkai mesin di sana, tak lagi beroperasi.

Icha dan kelompok KKNnya sungguh beruntung, mendapat rumah singgah bekas mess karyawan. Lokasi mess karyawan dikelilingi perkebunan teh, dua kilometer jauhnya dari lokasi pabrik. Hijau, sejauh mata memandang membuat Icha dan teman-temannya nyaman, sangat menikmati hari-hari terakhir KKN mereka, tak terasa sudah tiga bulan.

“Cha, pulang dari kelurahan, Kita jalan-jalan ke pabrik tua, yuk! Aku penasaran,” ajak Pras, teman sekelompok Icha, berdua mereka melakukan penyuluhan di Rt 08.

“Ogah, Ah, Gua mau nyuci dulu, coba aja ajak Budi sama Yani, mereka juga pengen banget lihat mesin kuno katanya,”
“apa enaknya, sih, lihat pabrik tua? heran Gua!” lanjut Icha

“Eh, kata Pak Lurah, kalau kita jalan terus dari pabrik tua itu, ada sebuah situs purbakala yang tersembunyi, makanya Aku penasaran.”

“Jelas-jelas di sana tertulis Jalan Buntu, itu artinya mentok, ga bisa ke mana-mana. Pabrik itu bangunan terakhir, lalu mentok. Bisa jadi mentok tembok, atau mentok jurang,” jelas Icha panjang lebar.

“Ya sudahlah, kalau Lo kagak mau, Aku malah penasaran, karena di sana ada tulisan dilarang masuk! Pasti ada sesuatu yang tersembunyi,”  
“ngomong-ngomong, ke mana ya Budi, Yuni, Sari, Udin, Vania? Belum selesai mereka?”

“Lokasi penyuluhan kita kan paling dekat, makanya kita sampai duluan di mess.”

“Aku tunggu mereka di luar, deh! ga enak cuma berduaan sama Lo, Cha! Bisa-bisa ada gosip nanti.”

 “Yaelah!  siapa yang berani ngegosipin ratu gossip, Raicha alias Icha ini?”

Pras melangkahkan kaki, menuju perkebunan teh yang mengelilingi mess karyawan. Otaknya tergelitik memasuki gerbang pabrik tua bertuliskan  ‘Jalan Buntu’ itu.

Makin dalam memasuki kawasan pabrik, Pras tertarik untuk mempercepat langkahnya, mengintip mesin pengering daun teh dan penasaran dengan situs purbakala cerita Pak Lurah.

Tak ada tanda keberadaan manusia di sana, hanya suara ilalang yang bergesekan, Jangkrik dan Belalang yang bersahutan, burung Pipit yang beterbangan dan sesekali Kucing mencoba menangkap Pipit kecil sebagai santapan makan siang.

Bangunan pabrik sepanjang dua ratus meter telah dilalui, kini Pras sampai di sebuah lapangan. Tampaknya dulu lapangan ini dipakai untuk tempat parkir karyawan. Pras terus lanjutkan langkah, dia terkejut dan tak habis pikir ada sebuah pintu kecil di ujung lapangan, seperti pintu rumah Anjing. Lebih mengejutkan bagi Pras setelah melalui pintu itu, mendadak dia sampai ke gerbang tempat dia masuk tadi.

‘Hah? Kok di sini lagi?’ gumam Pras kebingungan.

“Lho, Pras, dari mana?” tanya Vania dan Udin yang kebetulan lewat.

“Ini aneh, Aku masuk tadi lewat sini, tak pernah berbalik atau belok, tiba-tiba keluarnya juga di sini.”

Malamnya …, suhu tubuh Pras meninggi, menceracau seperti kesurupan, teman-temannya mengirim Pras ke rumahsakit terdekat dengan mobil perkebunan.

“Kalian bukan orang terpilih yang bisa memasuki Pabrik itu,” ucap sopir perkebunan yang sudah puluhan tahun tinggal di sana.

Cibinong, 4 Juni 2014

Tidak ada komentar:

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...