‘Ini yang terakhir dariku, semoga
Kita bertemu di pertemuan keluarga nanti’
Kubaca berulang tulisan tangan
pada kertas merah berbentuk hati yang terselip di antara karangan bunga yang
kuterima. Dibandingkan dengan biasanya, yang hanya bertuliskan ‘pengagum
rahasiamu’ kali ini mulai ada titik terang tentang siapa dirinya.
Mungkinkah, yang mengirimnya
lelaki itu? Ahh …, Aku jadi penasaran. Untung aku masih menyimpan semua
kartunya, membaca kembali satu persatu pesan di sana.
Buku, jilbab, bross bunga mawar,
mukena, sepatu, sandal dan terakhir karangan bunga, sederet kiriman yang
kuterima bulan ini.
“Nduk, Kamu siap bertemu dengan calon
suamimu, besok?” ucap Ibu mengagetkanku,
karena tiba-tiba saja sudah ada di kamar, melihat kartu berbentuk hati di meja kamar.
“Buk …, menurut Ibuk, apakah
kartu ini dari dia?” tanyaku sambil memperlihatkan semua kartu.
Ibu tak menjawab, hanya
mengamati kartu dan kiriman yang kuterima.
“Kenalan dulu kan, Buk?
Insyaallah Arin siap, Arin percaya dengan pilihan Ibuk, itu yang terbaik bagi
Arin”
Hari perkenalan tiba, lelaki itu
bernama Rahman, putra sulung tante Yanti. Aku coba untuk mengakrabkan diri
dengan Rahman, seperti berkenalan dengan teman di sekolah baru. Hmmm, wajahnya
tak mengecewakan, wawasannya luar biasa, Rahman baru kembali dari Mesir enam
bulan lalu.
Obrolan mengalir lancar, Aku
merasa menjadi diriku yang sebenarnya.
“Mas …, bolehkah tanya sesuatu?”
“Silahkan …” jawabnya dengan
cool dan senyum simpul
“Apa …, Mas Rahman yang mengirim
beberapa benda dengan kartu bertuliskan pengagum rahasia, yang terselip di
dalamnya?” tanyaku yakin, seyakinnya kalau kiriman itu memang darinya.
“Benda? Maksudnya? Saya tak
pernah mengirim apapun sebelumnya” jawaban Mas Rahman membuatku membisu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar