Seorang wanita
serupa Kartini, beliau adalah pendiri yayasan Indonesia Heritage Foundation
(IHF). Bernama Ibunda Ratna Megawangi, wanita kelahiran 24 Agustus 1958 di
Jakarta. Saat beliau memulai jejaknya,
melanglang buana untuk memperkaya ilmu di luar negeri, aku baru lahir ke dunia.
Pendidikan anak usia dini menjadi concern beliau sekarang, punya visi ke depan,
berjuang untuk mewujudkannya, mencipta lapangan kerja baru mengusung konsep pendidikan
karakter untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkarakter. Semua
cita-citanya selalu berusaha direalisasikan dalam dunia nyata.
Bu Ratna, kami
biasa memanggil namanya. Dalam sebulan, sekali dua kali beliau hadir ke yayasan
IHF untuk memberikan motivasi kepada kami semua. Setiap selesai materi beliau,
semangat dan energi terisi full. Apa yang diucapkan dan dicitakannya adalah apa
yang akan diwujudkannya. Itu lah satu kalimat yang mewakili pendapatku tentang
beliau.
Lima tahun sudah
aku bergabung dengan yayasan ini, teringat dulu kantor ini hanya satu ruangan
kecil bersekat-sekat, kini gedung megah berdiri. Kalau bukan karena beliau,
mungkin aku bekerja entah di mana dengan passion
yang ala kadarnya. Aku bersyukur bisa bergabung dengan yayasan ini, selain
mendapat banyak ilmu baru yang tidak aku pelajari di bangku kuliah.
Bu Ratna cerita,
tak ada yang pernah memintanya untuk mendirikan IHF, tak ada motif pribadi
apalagi motif ekonomi saat memulai memfokuskan diri dengan pendidikan karakter.
Hanya panggilan hati semata, kesemrawutan yang ada di Indonesia, karakter
penduduknya yang mudah terpancing emosi, lari dari penyelesaian masalah,
korupsi yang merajalela, dan sederet catatan hitam bangsa ini membuat hatinya
tergerak tanpa diminta.
Sebagai seorang
dosen, bu Ratna terbiasa memecahkan masalah secara sistematis. Hukum sebab
akibat terlibat, semua catatan hitam bangsa ini berawal dari pendidikan anak
usia dini yang salah dan ini dirunut ke pendidikan wanita, sebagai calon ibu
perlu diperbaiki.
Banyak teori,
namun pada prakteknya orang tua lupa bahwa anak-anak mereka belajar dari
mengamati kelakuan ayah dan bundanya di rumah. Tidak hanya peran ibu saja,
melainkan juga peran ayah sebagai kepala rumah tangga.
Sempat
menghebohkan Indonesia dengan buku karangannya berjudul ‘membiarkan Berbeda’
pada tahun 1999, bu Ratna tampil sebagai salah seorang feminis di era millennium alias Kartini Indonesia abad
21. Buku tersebut menurut beliau, diinspirasi dari buku karya Sachiko Murata, The Tao of Islam. Agama islam dan semua agama di dunia mengajarkan
pengikutnya untuk melakukan kebaikan.
“Entah mengapa penduduk negeri ini yang
notabene sebagian besar Islam, malah menjadi pribadi dengan karakter brutal,
sikut sana sikut sini, saling serang, tak percaya dengan pemimpinnya, mudah
tersinggung dan lain-lain. Padahal, ajaran Islam tidak mengajarkan. Lalu siapa
yang memberi contohnya? Tentu ayah dan bunda mereka di rumah” pernyataan bu
Ratna selalu memotivasiku untuk terus belajar dan menjadi ibu teladan bagi
anak-anakku.
Ribuan sekolah
Semai Benih Bangsa (SBB) yang berdiri di Indonesia adalah karena jasa Beliau.
Menggunakan dana CSR perusahaan besar yang menyumbang dengan sukarela, yayasan
yang bergerak memberikan pelatihan kepada guru pengajar anak usia dini ini
semakin melebarkan sayapnya untuk memperbaiki akhlak penerus bangsa.
Biodata
Penulis
Arishi adalah nama pena dari Ari
Saptarini, yang lahir di Pekalongan 9 September. Tinggal di Puri Alam Kencana
Blok Q 5 No : 4 - Rt 04 / Rw 08
Nanggewer Mekar Kab Bogor Jawa Barat. Pekerjaan utamanya adalah seorang Guru SD
di Indonesian Heritage Foundation. FB
: Ari Saptarini, email : saptarini1983@gmail.com
Dimuat dalam antologi bersama "20 Tokoh Kartini Masa Kini"