Mode gaun wanita yang saat ini sedang booming, berupa gamis
/ longdress / gaun panjang membuat para wanita perlu waspada saat berkendara.
Terutama ketika mereka sedang membonceng kendaraan roda dua.
Sharing pengalaman, puisi, cerita anak, resume buku anak, parenting. Semoga bermanfaat.
Rabu, 29 Juli 2015
Medan morfik akan menciptakan Butterfly effect
Catatan Halal Bi Halal Dengan Ibu Ratna Megawangi dan Ibu Rachma Dewi kemarin.
Siang kemarin, Bu Ratna Megawangi memberikan wejangan bagi
kami.
Sekali lagi beliau mengungkapkan mengenai Ilmu kuantum
Fisika tentang Medan morfik.
Apa yang kita rasa, kita lihat, kita dengar akan
mempengaruhi ruh pada diri kita.
Tak ada manusia yang sempurna, namun bagaimana cara kita
untuk menjadi baik?
Ya harus menciptakan medan morfik yang baik.
Pernahkan kalian merasa “nyaman” saat memasuki sebuah
ruang/tempat?
Orang-orang yang ada di ruang/tempat tersebut akan menciptakan
sebuah medan morfik. Gelombangnya akan direkam oleh udara dalam frekuensi
tertentu.
Upaya beliau berjuang total untuk Yayasan Warisan Nilai Luhur
Indonesia dengan sebuah cita-cita besar. Menciptakan medan morfik manusia
berkarakter di Indonesia.
Seandainya pun tidak satu dua tahun lagi cita-cita ini
tercapai. Sepuluh atau duapuluh tahun lagi, semoga cita-cita itu tercapai.
Semakin banyak orang – orang yang menyadari pentingnya mendidik dengan cinta
akan menciptakan sebuah medan morfik yang frekuensinya bisa direkam oleh udara.
Kelak, bayi yang baru lahir sekalipun. Dipastikan akan berkarakter
baik…
Selasa, 28 Juli 2015
5 Hal yang harus kamu lakukan saat berkunjung ke Wonosobo
1. Mengunjungi Kawah
Sikidang
Kawah ini terletak di pegunungan Dieng. Bau
belerang sudah terasa sekitar dua kilometer sebelum masuk ke lokasi wisata
Kawah Sikidang. Namun jangan khawatir, banyak penjaja masker yang bisa di
dapatkan di kanan kiri jalan. (masker Rp 10.000 dapat tiga). Saat berkunjung ke
kawah sikidang, kita bisa berfoto dengan kuda putih atau burung-burung
karnivora dengan hanya merogoh kocek sebesar Rp 10.000 kita bebas berfoto
sepuassnya. Sebagai kenang-kenangan, saya berfoto dengan si Burung Hantu besar.
Jangan ketinggalan telur rebus kawahnya yang
kenyal dan yummy, apalagi dimakan dalam kondisi dingin. Wuih, anak saya yang tak suka telur rebus saja
bisa habis dua, hehe.
Pulang dari Kawah Sikidang, Bunga Adelwis,
batu kawah, bubuk sulfur atau batu akik bisa jadi oleh-oleh bagi teman kantor /
kerabat di rumah.
Teacher Training Mambusho
Tulisan ini sudah dimuat dalam Antologi bersama "Beasiswa"
Audisi naskah yang diselenggarakan oleh Group Antologi Es Campur
Diterbitkan oleh : Ae Publishing
Iseng, kucoba
ikuti beasiswa yang ditawarkan sebuah link di ineternet. Bukan untuk studi
melanjutkan jenjang pendidikan, hanya kursus singkat selama satu setengah tahun
di Jepang, memperdalam ilmu tentang pendidikan. Karena beasiswa itu hanya
diperuntukkan bagi pengajar alias guru dengan berbagai bidang keahlian.
Berhubung hanya
iseng saja, Aku tak meminta izin atasanku di kantor saat mengirimkan berkas
aplikasi beasiswa. Sangat tak mungkin lolos, pikirku saat itu. Tantangan
membuat sebuah essai dalam bahasa
inggrislah yang menantangku, essai telah selesai, berkisah tentang kenapa Aku ingin
memperkaya ilmu di negeri Sakura.
Walau yakin tak
akan lolos, aku tetap lanjut mengirimnya, karena mubadzir menyia-nyiakan karya
yang telah kubuat dengan susah payah.
Essai singkatku, iseng kuperlihatkan
pada suamikuyang sedang bersantai sepulang kerja.
“Tenang, Mas, Aku tak mungkin
lolos, Kok! Iseng – iseng berhadiah!” ucapku.
“Nanti kalau seandainya kamu lolos,
bagaimana selanjutnya?” jawaban suamiku membuatku berfikir tentang sebuah
kemungkinan kecil yang bisa berubah menjadi peluang besar, tatkala banyak orang
juga memikirkan hal yang sama dan akhirnya mundur.
Tapi aku tak
mundur, pantang membuang percuma essaiku yang telah selesai. Tanpa berfikir
panjang, Aku kirim aplikasi ke panitia beasiswa Mambusho lewat Tiki JNE. Tak
mengharap suatu keajaiban muncul dari sana. Dua minggu berlalu dengan tenang, lalu
ada kabar, berkas beasiswaku lolos dan ada ujian tulis pertama berbahasa
Inggris. Setelah ujian tulis ini, beberapa bulan tanpa kabar lanjutan, aku pun
sudah lupa pernah mengirim aplikasi beasiswa, terlalu sibuk dengan dunia kerja.
Maklum aku diamanahi sebagai direktur dari sebuah yayasan swasta yang bergerak di
bidang pendidikan.
Suatu siang,
saat rapat koordinator, berita mengejutkan itu kuterima, Aku dipanggil untuk
wawancara, sebuah langkah lanjut dari proses seleksi beasiswa. Tentu aku tak
semudah itu percaya, mengkroscek dengan menelfon kembali nomor yang tertera di
layar handphone panggilan masuk. Benar! Wah, aku bingung tatkala waktu
wawancaranya bersamaan dengan waktu rapat rutin yayasan yang biasa kupimpin.
Mau tak mau, aku cerita tentang isengku yang berhadiah lolos sampai tahap
wawancara. Bersyukur, mereka mendukungku, termasuk pimpinan yayasan ini. Aku
semakin mantap melangkahkan kaki untuk wawancara.
Keluarga? Ya,
ini saatnya aku mendiskusikan secara serius dengan suamiku jika apa yang
dikhawatirkan dulu terjadi, bagaimana anak kami, apakah harus berpisah satu
setengah tahun ini, atau ada kemungkinan suamiku bisa cuti serja setahun
kedepan dan ikut serta ke Jepang. Subhanallah …, bulan Juli akhir, impian yang
tak berani aku mimpikan kini ada di hadapan. Langkahku mendapat beasiswa guru
dari pemerintahan Jepang kurang selangkah lagi, aku semakin yakin akan bisa
meraihnya. Semua sudah kupersiapkan matang, termasuk bagaimana nanti Fatiha,
anakku yang baru lima tahun.
Awal Agustus,
pemerintah Jepang menyetujui aplikasi yang kukirimkan, keahlianku sedikit lebih
di bidang menulis, dan itu menambah nilai lebih penilaian para juri selain
penguasaan bahasa asing, nilai ujian tulis dan bagaimana aku menjawab ketika
wawancara. Oktober aku berangkat, sebulan sebelumnya ada training khusus bahasa
Jepang bagi semua peserta yang lolos seleksi.
Aku berangkat
dulu, mencari lokasi untuk bermukim, sebulan kemudian suami dan putriku
menyusul. Satu setengah tahun berlalu cepat, untung suamiku bisa mendapat cuti
kerja dari kantor selama setahun dan punya peluang bekerja sambilan di Jepang
ini. Lumayan, bisa menambah pemasukan bulanan, tak cukup memang jika hanya
mengharapkan biaya subsidi dari pemerintah jepang. Putriku sekolah di dekat
rumah singgah di sana. Sepeda mini, kendaraan yang kunaiki setiap hari ke
kampus atau menjemput putriku di sekolah.
Bulan ini aku
akan kembali ke Indonesia, banyak kenangan dan ilmu yang kudapat di sini.
Sahabat guru dari belahan dunia yang berbeda, mereka semua menginspirasiku
untuk kembali ke Jepang suatu hari nanti. Hatiku terlanjur tertambat di Jepang,
dinamisme dan sikap masyarakatnya yang selalu positif membuatku langsung jatuh
cinta pada Negeri penuh Sakura saat musim semi itu. Kedisiplinan, semangat
kerja, pantang menyerah, kreativitas, positif thingking dan kecintaan
masyarakat Jepang yang memilah sampahnya untuk menyelamatkan bumi yang semakin
merana, menginspirasiku untuk di terapkan di Indonesia, Ya …, minimal dari
sekolah tempatku mengajar Aku bisa memulai misiku esok hari.
Based
On True Story,
cc Ibu Wahyu Farrahdina
Jodoh Divana di Salatiga
Tulisan ini sudah dimuat dalam antologi bersama "Keajaiban Jodoh"
Divana, seorang pekerja
wanita, usia kepala tiga. Teman-teman kantor Divana, rata-rata sudah hidup
berumahtangga, mereka care dengan
kondisi Divana yang masih menyendiri diusia yang mulai senja, namun tak satupun
berani membuka mulutnya untuk bicara tentang jodoh di hadapan Divana.
Sakit yang dirasakan
Divana, seperti bisa dirasakan oleh teman-teman kantornya, masih teringat jelas
kejadian satu bulan lalu, Divana dipanggil oleh bosnya, rupanya bos ingin tahu
bagaimana keberadaan mobil perusahaan yang diamanahkan kepada Divana.
“Kau tak pernah ke kantor dengan mobil
lagi? Mobil itu ku’ amanahkan untukmu agar dipakai setiap kerja, baik ke luar
kota atau hanya sekedar ke kantor saja” titah sang bos, disambut tangis oleh
Divana.
“Saya ingin jujur sekarang, Pak!”
“Sudah lama, saya memendam perasaan ini
sendiri, terpuruk dalam nestapa tak bertepi.”
“Sebenarnya …, mobil itu …,” Ah, Divana
tak mampu melanjutkan kalimat yang keluar dari mulutnya.
Menangis …, dan bos Divana yang baik
hati dan sabar itu masih membiarkan Divana melanjutkan kalimatnya.
Sadar bahwa bos masih memperhatikannya,
Divana mencoba untuk tegar menceritakan kejadian sebenarnya.
“Pak …, mobil itu …, hilang bersama Andika,
orang paling dekat denganku beberapa bulan ini”
“Andika? Calon suamimu bukan?” ucap
atasan Divana sedikit berempati.
“Tidak lagi, Pak!” Divana meradang
mengingat lelaki kurang ajar yang hanya memanfaatkan karirnya untuk hidup
diatas rata-rata.
“Bahkan, di mana dia sekarang, Saya tak
peduli lagi!”
“Satu hal yang membuat Saya ingin
mencarinya, hanya mobil perusahaan itu. Mobil itu, tanggungjawab Saya, Pak!,
akan kembali utuh, Saya percaya!”
Bos Divana hanya bisa
tertegun melihat anak buahnya memelas meminta waktu untuk mencari mobil perusahaan
yang hilang, ya, hilang dibawa pergi oleh pacar Divana.
“Baiklah, Saya beri waktu untuk Kau
mencari mobil itu, satu bulan dari hari ini, jika dalam waktu sebulan belum
juga ketemu, silahkan mengajukan surat pengunduran diri,”
“dengan surat pengunduran dirimu, anggap
saja Kau telah membayar lunas hutangmu menghilangkan mobil perusahaan,”
“dan tentu saja, Kau akan mengundurkan
diri tanpa pesangon!” lanjut bos Divana memperjelas pernyataan sebelumnya.
“Baik, Pak Saya akan terima dengan
lapang dada konsekuensi tersebut!”
Sejak hari itu, Divana
dan seluruh anggota keluarganya mengerahkan segala cara mencari Andika dan
mobil perusahaan yang dibawanya kabur. Teman dekat, keluarga Andika, polisi
sampai orang `pintar` diminta bantuannya menemukan lokasi keberadaan mantan
pacar Divana, saat ini.
Ketemu! Akhirnya
petunjuk orang `pintar` diikuti, dan Divana menemukan mobil itu sedang diarkir
di halaman sebuah pertokoan. Divana berusaha tegar menghadapi Andika, meminta
mobil perusahaan itu dikembalikan padanya.
Dulu, memang Divana
meminta pendapat pacarnya saat bos menawarkan sebuah mobil perusahaan padanya.
“Aila saja, Yang!” permintaan Andika
dituruti oleh Divana yang kala itu sedang dipromosikan jabatannya.
Sampai enam bulan
berikutnya, Aila terparkir manis di rumah kontrakan Andika, hanya dipakai untuk
mengantar dan menjemput Divana sore harinya, sesekali mengantar pergi Divana ke
luar kota.
***
Divana mengembalikan mobil perusahaan ke
bosnya, itu artinya dia masih bisa melanjutkan kerja di perusahaannya.
Saat makan siang di meja kerjanya, bos
menghampiri Divana
“Divana, kalau sudah selesai makan,
silahkan ke ruangan Saya! Titah bos membuat Divana melanjutkan makan lebih
cepat dari sebelumnya.
“Tugas ke luar kota, Pak?” Tanya Divana
begitu sampai di ruangan bosnya.
“Ya! Ke Salatiga!”
“Cabang perusahaan di Jawa Tengah, Pak?”
untuk berapa lama?”
“Setahun!” jawab bos Divana tanpa
basa-basi.
“Siap, Pak! Terimakasih atas kesempatan
yang Bapak berikan!” ucap Divana sambil membungkukkan badan layaknya orang
Jepang.
Sejak lama dia ingin
mengubur kenangan bersama Andika di kota ini, kesempatan ke luar kota sangat
diharap Divana bisa mengobati luka `kehilangannya`. Dia tak percaya lagi
laki-laki, hatinya mati, beku karena airmata kecewa, dan dia ingin menghibur
dirinya.
***
Seminggu di Salatiga,
Divana berusaha mengakrabkan lidahnya dengan aneka menu yang tersaji di kota
dingin itu. Posisi Divana cukup terpandang di cabang perusahaan tersebut.
Walaupun, semua anak buahnya lebih senior darinya, Divana berusaha membaur
bersama mereka. Sering Divana mentraktir mereka, selepas kepenatan delapan jam
kerja.
“Bu …, maaf sebelumnya jika saya kurang
sopan …,”
“Ada apa, mbak Leli?” jawab Divana
santun.
“Bu Diva, mau saya kenalkan dengan adik
sepupu saya?”
“Maksudnya?” Divana mengerti dengan
maksud anak buahnya, namun kurang yakin dengan kata `kenalkan`
“Ya, barangkali jodoh, Bu. Sepupu saya
sedang mencari calon istri.”
“Ooohhh! Saya pikirkan dulu ya, Mbak”
jawab Divana sambil menenggak segelas air putih di hadapannya.
Haruskan hati yang beku
itu terbuka, Ya Allah? Doa Divana dalam sholatnya. Saya tak ingin sakit hati
lagi, mohon petunjukMu! Jika ini memang jalan jodoh yang Kau berikan,
mudahkanlah dalam prosesnya, saya ikhlaskan hati ini untuk menggapai ridhoMu.
Perkenalan terjadi
tanpa rekayasa, Mbak Leli mengajak Rahmat, adik sepupunya untuk bertemu bos
Divana.
“Saya hanya bisa sampai disini,
selanjutnya, Kau dan Bu Diva yang mengambil keputusannya!” Leli menasehati adik
sepupunya.
Divana, sudah
menyerahkan semuanya ke Sang Maha Pengatur, termasuk niatnya menjalani
pertemuan perkenalan itu. Dan awal Februari 2014 lalu, dengan mengucap syukur
tak bertepi. Divana menerima Rahmat sebagai suaminya. Keyakinan Divana berbuah
hasil, hati yang beku bisa kembali hangat dengan senyuman mentari dipagi hari.
Semoga sahabat yang belum menemukan jodohnya tetap membuka hati untuk calon
pasangan sehidup sematinya, seperti kisah Divana.
Note.
Based on true Story, kisah temanku yang
kini sudah bahagia hidup berumah tangga. Divana, bukan nama sebenarnya.
Ratna Megawangi, Namanya Harum Mewangi ke Pelosok Negeri_Ari Saptarini
Seorang wanita
serupa Kartini, beliau adalah pendiri yayasan Indonesia Heritage Foundation
(IHF). Bernama Ibunda Ratna Megawangi, wanita kelahiran 24 Agustus 1958 di
Jakarta. Saat beliau memulai jejaknya,
melanglang buana untuk memperkaya ilmu di luar negeri, aku baru lahir ke dunia.
Pendidikan anak usia dini menjadi concern beliau sekarang, punya visi ke depan,
berjuang untuk mewujudkannya, mencipta lapangan kerja baru mengusung konsep pendidikan
karakter untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkarakter. Semua
cita-citanya selalu berusaha direalisasikan dalam dunia nyata.
Bu Ratna, kami
biasa memanggil namanya. Dalam sebulan, sekali dua kali beliau hadir ke yayasan
IHF untuk memberikan motivasi kepada kami semua. Setiap selesai materi beliau,
semangat dan energi terisi full. Apa yang diucapkan dan dicitakannya adalah apa
yang akan diwujudkannya. Itu lah satu kalimat yang mewakili pendapatku tentang
beliau.
Lima tahun sudah
aku bergabung dengan yayasan ini, teringat dulu kantor ini hanya satu ruangan
kecil bersekat-sekat, kini gedung megah berdiri. Kalau bukan karena beliau,
mungkin aku bekerja entah di mana dengan passion
yang ala kadarnya. Aku bersyukur bisa bergabung dengan yayasan ini, selain
mendapat banyak ilmu baru yang tidak aku pelajari di bangku kuliah.
Bu Ratna cerita,
tak ada yang pernah memintanya untuk mendirikan IHF, tak ada motif pribadi
apalagi motif ekonomi saat memulai memfokuskan diri dengan pendidikan karakter.
Hanya panggilan hati semata, kesemrawutan yang ada di Indonesia, karakter
penduduknya yang mudah terpancing emosi, lari dari penyelesaian masalah,
korupsi yang merajalela, dan sederet catatan hitam bangsa ini membuat hatinya
tergerak tanpa diminta.
Sebagai seorang
dosen, bu Ratna terbiasa memecahkan masalah secara sistematis. Hukum sebab
akibat terlibat, semua catatan hitam bangsa ini berawal dari pendidikan anak
usia dini yang salah dan ini dirunut ke pendidikan wanita, sebagai calon ibu
perlu diperbaiki.
Banyak teori,
namun pada prakteknya orang tua lupa bahwa anak-anak mereka belajar dari
mengamati kelakuan ayah dan bundanya di rumah. Tidak hanya peran ibu saja,
melainkan juga peran ayah sebagai kepala rumah tangga.
Sempat
menghebohkan Indonesia dengan buku karangannya berjudul ‘membiarkan Berbeda’
pada tahun 1999, bu Ratna tampil sebagai salah seorang feminis di era millennium alias Kartini Indonesia abad
21. Buku tersebut menurut beliau, diinspirasi dari buku karya Sachiko Murata, The Tao of Islam. Agama islam dan semua agama di dunia mengajarkan
pengikutnya untuk melakukan kebaikan.
“Entah mengapa penduduk negeri ini yang
notabene sebagian besar Islam, malah menjadi pribadi dengan karakter brutal,
sikut sana sikut sini, saling serang, tak percaya dengan pemimpinnya, mudah
tersinggung dan lain-lain. Padahal, ajaran Islam tidak mengajarkan. Lalu siapa
yang memberi contohnya? Tentu ayah dan bunda mereka di rumah” pernyataan bu
Ratna selalu memotivasiku untuk terus belajar dan menjadi ibu teladan bagi
anak-anakku.
Ribuan sekolah
Semai Benih Bangsa (SBB) yang berdiri di Indonesia adalah karena jasa Beliau.
Menggunakan dana CSR perusahaan besar yang menyumbang dengan sukarela, yayasan
yang bergerak memberikan pelatihan kepada guru pengajar anak usia dini ini
semakin melebarkan sayapnya untuk memperbaiki akhlak penerus bangsa.
Biodata
Penulis
Arishi adalah nama pena dari Ari
Saptarini, yang lahir di Pekalongan 9 September. Tinggal di Puri Alam Kencana
Blok Q 5 No : 4 - Rt 04 / Rw 08
Nanggewer Mekar Kab Bogor Jawa Barat. Pekerjaan utamanya adalah seorang Guru SD
di Indonesian Heritage Foundation. FB
: Ari Saptarini, email : saptarini1983@gmail.com
Dimuat dalam antologi bersama "20 Tokoh Kartini Masa Kini"
Senin, 27 Juli 2015
#Testimoni_mudikgratisJasaraharja
Recomended untuk tahun depan. Terutama untuk para pemudik yang masih menggunakan motor. Lha ngapain capek pakai motor. Kalau dengan mudik bersama kalian bisa aman, nyaman dan selamat sampai tujuan.
Sangat terkesan dengan sistemnya yang rapi. Menangani 30.000an pemudik dengan 470 armada bus tentu bukan hal mudah. Tapi ini rapi, sistematis dan user friendly.
Sepanjang perjalanan mulai datang di Parkir Timur Senayan sampai di tempat tujuan, seluruh petugas mulai dari petugas tiketing, sampai awak bus always full smile, menampilkan sikap ramah luarbiasa dan selalu ringan tangan.
Adem dan nyaman di dalam bus karena sopirnya sudah dibreefing agar zero ego. Mendahulukan oranglain dan melayani penumpang. Apresiasi buat sopir bus Wonosobo05. (Ga sempat tanya namanya).
Mereka pasti sudah dilatih bagaimana menghadapi orang2 dengan beragam sifat dan banyak maunya. Hehe... sudah diberi banyak fasilitas tetap menuntut ini dan itu.
Tapi salut, sikap petugas tetap ramah (full smile), santun dan diplomatis.
Langganan:
Postingan (Atom)
Kiat Menulis Cerita Fiksi
Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...
-
Oleh: Ari Saptarini Benda berukuran mungil yang ada di sekitar kita, tanpa kita tahu memiliki fungsi lain selain fungsi utamanya. ...
-
Gedung IAIN Palangkaraya Sewa Gedung Rp 2.753.000/hari Fasilitas : Fasilitas 500 kursi lipat citos Sofa depan panggung 40 ku...