Rabu, 27 Mei 2020

Curhat Emak Saat ANAK SEKOLAH DARI RUMAH


Prolog

Mami, kenapa mereka tidak ke sekolah seperti biasa?
Entahlah! Jawab si Kuning dengan masih rebahan di kursi malasnya.
“Aku jadi tak bisa istirahat nih, Mam. Tiap bentar-bentar mereka uyel-uyelin aku, gangguin tidur siang aku! Kesal” Si Hitam uring-uringan.
“Sudahlah Hitam, disyukuri saja. Sudah kodrat kita menjadi alat ‘penyenang’ bagi mereka. Lagian dengan mereka di rumah kan kita jadi tak perlu repot cari makan di tempat sampah seperti biasanya.”
“Iya ya, benar Mam! Perutku juga makin gede nih, mukaku tambah gembul,” Hitam melihat dirinya di cermin sambil menyeringai.
Celakanya, menurut mereka kondisi aku sekarang membuat aku semakin terlihat lucu dan menggemaskan.
Aku juga harus mandi lebih sering, itukan menyebalkan!
Kuning (Mami): Mau gimana lagi, kalau kamu tidak dimandikan, mereka tidak akan mengijinkanmu masuk rumah.
Tiba-tiba, majikan kecil mereka mendatangi Hitam dan Kuning yang sedang berjemur setelah dimandikan. Cici membawa mainan tali yang diujungnya diikatkan boneka kecil. Tak berapa lama, ketiganya terlihat berkejaran sambil bersenda gurau.
---


Menyamankan Anak di Rumah Aja


Ketika anak anak harus Sekolah dari rumah, ibu harus Bekerja dari rumah, segala hal perlu dikondisikan. Termasuk mengkondisikan KEBOSANAN. Bagi kami yang tinggal di perumahan berukuran  8 x 7 meter persegi dengan ruangan yang itu-itu saja menjadi tantangan buat ibu untuk menyamankan anak di rumah.

Biasanya mereka sekolah sampai pukul 14.00, main dengan teman-teman di sekolah. Saat ini, mereka totally with mom #stay at home.
Diantara pukul 07.00 – 14.00 ini titik kritisnya, anak anak perlu dibuat SIBUK BERAKTIVITAS agar tak terucap kata BOSAN, pun tak tergantung dengan handphone dan segala aplikasi yang bisa diakses.  

Ini beberapa hal yang kami alami selama SFH dan WFH

Belajar di rumah?
Sekolah meminta siswa terhubung dengan google clasroom untuk sarana belajar. Alhamdulilah, kami bersyukur masih bisa ‘belajar’ di tengah pandemi.

Sekolah juga sudah menggunakan segala cara membuat anak dan orangtua nyaman. Saya bisa berempati dengan para guru yang sudah ‘trial and error’ untuk mengalirkan pembelajaran daring.
Sebagai orangtua yang pernah menjadi guru SD, mengajar anak sendiri memang tak semudah menjentikkan kedua jari. Kesabaran dan kendali emosi perlu mendapat perhatian khusus, haha.
Terkadang, mencoba memberi masukan positif ke guru agar pembelajaran daring bisa menyesuaikan dengan kondisi emak yang sedang WFH. Karena pengalaman pernah ada drama saling berebut tools untuk mengakses google classroom, sedangkan emak juga perlu Handphone dan Laptop untuk bekerja.

Agar tak keluar kata Bosan, pengaturan ruangan juga perlu diperhatikan. Merubah posisi meja belajar, bed tempat tidur, sofa, dan lain lain. Saya minta si sulung memberikan ide, lalu dia dan adiknya yang akan mengerjakan.

Emak berkata “Karena kita akan beraktivitas dari rumah, silakan atur kamar kalian senyaman mungkin. Lalu kalau mulai bosan dengan satu posisi, atur lagi ke posisi lain” dan anak-anak pun sibuk dengan memindahkan mainannya, buku, meja dan posisi tempat tidur.

Alhamdulillah, kami punya 2 ekor kucing yang tinggal menetap di teras rumah. Awalnya kucing liar, lalu merasa teras rumah kami adalah rumahnya. Baiklah, ini saatnya memanfaatkan mereka untuk menghalau bosan. Jadilah mereka rutin dimandikan agar bisa di uyel-uyel gemes. Dan emakpun tenang menjalankan WFH.


TERSIMPAN DI HATI (12 BAHASA DAERAH) - EKA GUSTIWANA



JAI KU LALOI
JAI TONG KU GAPPA
KENANGAN SANE WENTEN RING ATI
NANG PE IKKO LAO AU, NANG PE AU MANDAO
NGANA PE KENANGAN BARASA DI HATI



SAAT ADIAK MANARI JO GALAK
RASA TARESNA ALOMPA E DHALEM ATE NIKA
NGEN TESEN KI ETO VENEA AVANG ZI
MAR SENG AKAN ADA JUA YANG MO KAS PAKALA SE PUNG MANIS
HANA BANDENG LAM SABOH ASOE DONYA NYOE
NING ORA ONO SING NGALAHAKE BECIK PARASMU


RAP SUNDA:
"PARANTOS SABARAHA DINTEN
MUNG ABDI SARENG ANJEUN,
TEU SAWIOS CARIOSKEUN.
ABDI KUDU NINGGALKEUN ANJEUN.

NGAN PANON MIWARANG ULAH NINGGALKEUN.
NU SADAYA ABDI MIHAREP NGANGGO KA ANJEUN HEY"


RAP PAPUA:
"EPA MAIDA ITAPU MUTO DANI.
ANI MA AKI MA ENA GENE DUBA.
IYE ENA DIMI WO GAI.
IPUPUKAT DIMI TEGAI UMI IOU DABAKIYA"


SAAT KAU MENARI DENGAN TAWA
RASA TERKESIMA MULAI MELEBUR DALAM HATI INI
DAN KU TELAH ARUNGI LUAS SEMESTA
TAPI TAK ADA YANG MENGALAHKAN INDAH PARASMU


DITIKKI HO MANORTOR SAMBIL MEKKEL
RASA TERKESIMA NGELEBUR RING HATI TIANGE
SE MUSI TAU BE SU JELAJAH SEMESTA
MEUNAN KEUH TARI THAT RUPA GATA NYANG ULON CINTA



JEHE KU TE KELAK, JEHE KU TE TAENG

YE  IYE IYE……..

INDONESIA, KAU TERSIMPAN DI HATI.



Minggu, 10 Mei 2020

LPMP KALIMANTAN BARAT








MEMBUAT CONGKLAK DARI KARDUS BEKAS


Alat dan Bahan:

1. Kardus Bekas
2. Gelas Aqua
3. Tutup Botol kemasan
4. Tempat untuk menyimpan tutup botolnya
5. Cutter dan gunting



Jika kardusnya lebih panjang bisa dibuat banyak lubang, menyesuaikan saja lubangnya


Ketentuan bermain congklak:

1. Congklak dimainkan 2 orang yang berhadapan menggunakan papan yang terbuat dari kayu atau plastik dengan panjang 40-50 centimeter. 


2. Papan tersebut lengkap dengan 14 lubang kecil yang saling berhadapan dan dua lubang besar di kedua sisinya (kanan dan kiri). Masing-masing pemain dibagi tujuh lubang kecil dan satu lubang besar.


3. Nantinya lubang-lubang kecil diisi 5-7 biji yang terbuat dari kerang atau biji sawo, sedangkan lubang besar dibiarkan kosong, anggaplah lubang besar tersebut merupakan gudang penyimpanan pemain. 


Cara bermainnya sangat mudah:


1. Dua orang pemain bergantian untuk memilih satu lubang kecil miliknya untuk dipindahkan satu per satu ke lubang lainnya searah jarum jam, hingga biji yang di genggaman habis. 


2. Permainan akan berakhir ketika semua lubang kecil kosong, dan semua biji berada di lubang besar. 


3. Kemenangan ditentukan dari jumlah biji terbanyak yang berada di lubang besar masing-masing pemain.

MBAH TO




Pingin nyawang wis suwe kowe ora bali
Sing tak suwun neng paran sing ati-ati
Bisoku mung nyawang dimar jagad sing neng mego
Ayang-ayangmu katon neng netro

Aku lila yen kowe rung biso bali
Lahir batin lego lila tak estuni
Senadyan kangen tenan rasane ati iki
Nganti kapan sirnane pacoban iki

Terdengar alunan lagu almarhum Didi Kempot dari radio tua yang selalu menjadi hiburan pagi. Sembari menunggu datangnya sang mentari pagi bersinar di kursi kesayangan. ‘Dede’ orang jawa bilang. Pesan dari putra putrinya yang kini masing-masing sudah berkeluarga diluar kota, berjemur itu sehat pak…. “Bapak itu dari dulu ya sudah tahu kalau berjemur itu sehat, dulu waktu kalian bayi kan bapak yang bopong sambil berjemur tiap hari.”

Menjelang siang, mereka bersiap ke rumah sakit. Bukan untuk periksa, atau menjenguk kolega. Mereka hanya kontrol kesehatan. Yah, kegiatan rutin yang dilakukan para eyang dimanapun berada. Jangan heran, mereka kenal dokter-dokter spesialis diabetes, syaraf, jantung, penyakit dalam, karena menjadi teman curhatnya saat kontrol kesehatan bulanan. Anak-anaknya nun jauh disana, hanya bisa di ceritani tentang dokter-dokter spesialis itu. "Le, hari ini bapak ketemu dokter syaraf, dokternya masih muda, ramah, dan suka ngajak bercanda kalau bapak sedang terapi syaraf kaki."

Menjelang sore, mereka menghabiskan waktu bersepeda atau berjalan-jalan sebentar keliling kampung, karena pesan anak-anak agar selalu olahraga ringan. Daripada di rumah tak ada anak cucu, sepi. Mending cari teman seumuran yang bisa diajak ngobrol ngalor ngidul tentang apa saja. Saat ini, semakin susah mencari teman seumuran, karena satu persatu mereka sudah menuju alam selanjutnya. Alhamdulillah, masih ada beberapa teman yang saling menguatkan.

Para eyang ketika memasuki pensiun, ada yang menghabiskan waktunya untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Tuhan YME, menyibukkan diri dengan mengurus pantiasuhan, sekolah atau kegiatan sosial, beberapa mengisi waktu luangnya dengan memelihara binatang peliharaan.

Sudahlah Pak, tak usah pelihara ayam segala, nanti bapak malah repot harus memberi makan tiap pagi dan sore. Walau sudah diingatkan anak anak, kalau namanya hobby mau gimana lagi.

“Bapak ki seneng krungu suara manuk ngoceh, seneng ngingu ayam wit netes sampai dadi jago karo babon. Itu hiburan, Le. Hiburan bapak sekarang karena anak cucu jauh semua.”

(Bapak itu suka suara burung berkicau, senang melihat perkembangan ayam dari menetas sampai dewasa karena itu hiburan)

Kalau mereka berkata ‘anak cucu jauh semua’. Anak anak yang berusaha menasihatipun speechless. Ya sudah pak, tapi jangan capek-capek ya kalau pelihara ayam. Tak usah di kejar-kejar kalau ayamnya lari ke rumah tetangga. Tak usah kepikiran kalau burung murainya kabur dari kandang, nanti gampang beli lagi yang baru.

Paling senang kalau ada videocall dari cucu yang sedang belajar jalan di seberang pulau. Dari lahir, belum pernah ketemu sama cucu laki-laki ini. Rencana lebaran tahun ini baru bisa dibawa mudik ke kampung. Tapi,…

“Pak, aku belum bisa mudik tahun ini karena harus tugas di rumah sakit, perawat harus siaga. Dan pemerintah juga melarang mudik.”

Iya, Le. Bapak dan ibu di sini tahu kok. Kita juga lihat berita di TV setiap hari. Virus Corona itu bahaya, yang meninggal sampai 800orang lebih sekarang. Kakakmu yang masih di Jawa juga tidak bisa mudik karena tinggal di zona merah katanya. Tidak mudik karena sayang sama orangtua.

Ya sudah, lebaran tahun ini kita ketemu di video whatsapp aja nanti. Bapak ibu paham, kamu banyak pasien di sana, sing ati-ati menangani pasien, pakai APD yang benar.

#TujuhHariMenulis (Hari keempat)
#ydsfmalang
#BelajarDariCovid19
@ydsfmalang

Yayasan Dana Sosial Al Falah Malang

EPIC COLLAB! LAGU JANGAN MUDIK DULU DALAM 80 BAHASA DAERAH YANG ADA DI INDONESIA EKA GUSTIWANA


JANGAN MUDIK DULU, JANGAN MUDIK
JANGAN MUDIK DULU, JANGAN MUDIK
JANGAN KEMANA-MANA DULU
JANGAN MUDIK DULU

ULAH WAKA MUDIK NYA, SIEUN AYA CORONA (SUNDA-LEBAK)
KO STOP PULANG KAMPUNG, KO PULANG LEPU (PAPUA)

ADA MUDI DULU (DAYAK MA’ANYAN-KALSEL)
BAYAH MUDIK LAU (DAYAK SEBERUANG-KALBAR)
AME PULANG DOHO BOH (AHE-KALBAR)
JANGAN NAK BALEK KAMPUNG LOK (MELAYU-KALBAR)
ANANG MUDET DULUK (ULU-KALBAR)
MA MUDIK GULU (DAYANK BERUSU-KALTARA)
IJAK MUDIK, IJAK MUDIK DOLO (DAYAK KAHARINGAN-KALTENG)

ELA MURIK HELU (BAKUMPAI-KALTENG)
NA USAH MULI ATUN (DAYAK LUNDAYEH-KALTARA)
AYEN METIK ADING (DAYAK KENYAH-KALTIM)
NYEN TAY ULI’ ARING (DAYAK-KALTIM)
KADA BOLEH BULIK DULU (BANJAR-KALSEL)
IYA ULI DELE LAH (DAYAK TEWOYAN – MUARA TEWEH KALTENG)

HIK KAWA MUDIK DULU YOH (KUTAI-SANGGATA KALTIM)
DE MULIH MALU (TABANAN-BALI)
AIN DULA WAU RO (BIMA-NTB)
NA MUDIK DUNUNG (SUMBAWA-NTB)
MAN MUDIK NUNG, ENA MOLE NUNG (SAMAWA-SUMBAWA BESAR NTB)
ASI DI KOLE BEO E SEN (MANGGARAI-NTT)

SAMPUNAN MUDIK DUMUN (TABANAN-BALI)
DO MUDIK MALU (BALI)
NDAK PADE ULEQ JULUQ (SASAK-MATARAM NTB)
KAI’SAM FAN ON KUAN (DAWAN-KUPANG NTT)
ASI DI KOLE (MANGGARAI-LABUHAN BAJO NTT)
AMBA BALI NDOYO (KODI-SUMBA BARAT DAYA NTT)
DIPO PUHUWALINGANYI (GORONTALO)

DAU JOLO MUDIK LE’ (DURI-ENREKANG SULSEL)
JA POHUWALINGOPO, MA PASI PASI AMI - MA PASI PASI AMI (GORONTALO)
AJA’ MULISU OKKO KAMPUNGE (BUGIS-SULBAR)
DAU SULE KAMPONG DOLO (TAE’-LUWU UTARA SULSEL)
OSI’I PEKULE INEA ARI (MOROWALI UTARA-SULTENG)
AJJA’ TALESU KAMPONG OLO (BUGIS SOPPENG-WATANSOPPENG SULSEL)
OSI’I PEKULE INEA ARI (MOROWALI UTARA-SULTENG)

DOMO RURU MUDIK (KALILI-PALU SULTENG)
BHARAHO DWIWALIAKO (WAKATOBI-SULTRA)
NAIPO MO MONGGAT (BUOL-SULTENG)
INAIPO MUDIK LOLUK (BANGGAI-BANGGAI LAUT SULTENG)
ARIE PA’APURLE SUENE (TALAUD-SULUT)
BARA KO’O FALIAKO LAGI (WANCI-BUTON SULTRA)                  

JANG PASIAR KA KAMPUNG DULU (MANADO-SULUT)
DA’ PALAI DOLO (MANDAR-POLEWALI SULBAR)
TIYO’O MARENF PE’WO (TONTEMBOAN-MINAHASA SULUT)
AKO MULIANG ROLO (SELAYAR-BENTENG SULSEL)
IYAMOTO LEESU MBULE IKAMBO (TOLAKI-SULTRA)
BHOLIPO UMBULI YI KAMPO (BUTON-BAUBAU SULTRA)

JAAN BALIAK LU LAI (MINANG-PADANG GANTING SUMBAR)
JAN MUDIAK DULU (MINANG)
IJAN MUDIAK DULU (MINANG-BUKITTINGGI SUMBAR)
DALAH MUDIK KUDAI (OGAN-GUNUNG LABUHAN LAMPUNG)
MIKO TAK USAH MUDIK DULU EE (MELAYU-DUMAI RIAU)
JANGAN BALIK DUSUN KUDAI (PASEMAH-SUMSEL)
ENTRI ULAK MULO (GAYO-ACEH)

HALA MUDEK KUDAI (OGAN-SUMSEL)
JAN MUDIAK DULU (MINANG-SUMBAR)
DAK USAH MUDIK DULUK (BANGKA-BABEL)
UNANG JO MULAK TU HUTA (BATAK-SUMUT)
DANG MULANG PAI, NGAMAN DIJA JUGA (KOMERING-SUMSEL)
BENTILAH BALEK KAMPUNG DULU (MELAYU-JAMBI)
SANG MUDIK PAI (LAMPUNG SUNGKAI)

BOI MANGA WULI UA (NIAS-SUMUT)
BOI MANGAWULI BA MBANUA UA (NIAS-SUMUT)
MEK BALEUK KINCE DULUY (KERINCI-JAMBI)       
ULANG LOBEI MULAK HU HUTA NASIAM (BATAK SIMALUNGUN-SUMUT)

UNANG JO MUDIK HAMU DONGAN (BATAK-SUMUT)
DAK USAH MUDIK LUK (BANGKA-BABEL)
AI PAK ENNENG MUDIK MUDIK (SIEMEULU TENGAH-ACEH)
ULA MULIH KU KUTA (BATAK KARO-SUMUT)
ULANG MULAK JOLO (MANDAILING-SUMUT)
JANAN BALIAK DUSUN KUDAI (SERAWAI-BENGKULU)

KAGEK BAE MUDEK NYO (PALEMBANG-SUMSEL)
DAK USAH BALEK DULU (BENGKULU)
USAH MUDIK DOLU LE (MELAYU-RIAU)
BEK WOE GAMPONG  ILEE BEUH (ACEH)
TAK OSAH BALIK DULU YE (MELAYU-KARIMUN KEPRI)

TRA USAH MUDIK DULU E (SORONG-PAPUA BARAT)
ETE MBWA DAGUN (SELARU-MALUKU)
ETE MBWA DAGUN (SELARU-MALUKU)
JANG MUDIK DOLO (AMBON)
HAI AHI DODIAWO KOWAHI NI LIO NANGA KAMPONGIKA (TOBELO-MALUT)
MGORA-FARMA AWER (BIAK-PAPUA)                

OMBIA MUDIK WAHAIN (KEI-MALUKU TENGGARA)
ASWAN SIN (LOBO-PAPUA BARAT)
TARAUSAH MUDIK DOLO E (TOBELO, MALUT)
CECE MULI PUONG (BACAN, MALUT)
KETE MFWANAUR AFUK (TANIMBAR, MALUKU)
MUDIK MUDIK MAHA RASI (TIDORE, MALUT)
OWA APA KO TEMEYAKEE YAMO KODAA YAMO TO (MEE-PAPUA)

AJA MUDIK DISIT (JAWA NGAPAK-BANJARNEGARA JATENG)
JHEK MUDIK GHELLUN (MADURA-JATIM)
OJO MULEH SOLONG (OSING-BANYUWANGI JATIM)
AMPUN MUDIK RUMIYIN (JAWA KROMO-JATENG)
OMAT, ULAH WAKA MUDIK NYAH (LEBAK-BANTEN)
NTONG WAKA MUDIK HEULA NYAA (SUNDA-JABAR)

ENCANG, ENCING, ENYAK, BABE, JANGAN MUDIK DULU YE (BETAWI)
TONG MUDIK HEULA (SUNDA-JABAR)
OJO MUDIK RIEN (JATENG DAN JATIM)
OJO MUDIK SEK YO (YOGYAKARTA)
MBOTEN PARENG KUNDUR RUMIYEN (JAWA KRAMA-JATENG/JATIM)
TONG MUDIK HEULA NYAA (SUNDA-JABAR)
TAK OSA MOLE GHELLUH (MADURA-JATIM)

OJO MUDIK DISIK YO NGGER (JATIM)
AJA MULIH SEK, MENGKO AMBYAR (JAWA)
AMPUN MUDIK RIYEN NGGIH (JAWA KRAMA-YOGYAKARTA)

EROQOQO NAQAQOM URI AQAN (YAQAI-PAPUA SELATAN)

AYEN TAI ULE ADING (DAYAK KENYAH-KALTARA)
DIPO POHUALINGO MAI DE KAMBUNGU (GORONTALO)
DA MALAI I KAPPUNG (MANDAR-SULBAR)
JEK MOLE KAMPONG KHELLU YE’ (MADURA-JATIM)
ENTONG PADE MUDIK (BETAWI)
JANGAN MUDIK DULU YE (BETAWI)
AMBYAR

BOI ANGAWULI UA (NIAS, SUMUT)
JIBEAK BELEK KILEAK (REJANG LEBONG-BENGKULU)
PANAKATI MULI PAGUN GUYU (TIDUNG-KALTARA)
DIKA PA MO BUI IKO E (MONGONDOW-SULUT)
NE’E MEWALILI RI LIPU RIUNYA (PAMONA-SULTENG)
JANGAN NAK MUDIK DULU (MELAYU)
JANGAN BALEK KAMPONG DULU (MELAYU-RIAU)
MENGKO AMBYAR

EH SARAREA ULAH WAKA MUDIK NYA’  --- SIEUN AYA CORONA (SUNDA)
KAM STOP BERANGKAT SUDAH (PAPUA)
SIEUN AYA CORONA (SUNDA)



KEREN EKA!

CERNAK - POV SEEKOR BURUNG BEO: LULU TEMANKU

Lulu, Temanku
Ari Saptarini


Aku punya teman, namanya Lulu. Wajahnya lucu. Pipi tembemnya menghimpit hidung di bagian tengah. Paling gemas jika melihat rambut Lulu belum disisir. Aduh, awut-awutan tak karuan. Sampai matanya pun tertutup rambut. Seandainya bisa, ingin sekali ku ikat rambut keritingnya dengan karet gelang.

Ayah Lulu, namanya Pak Eman. Dia ayah yang baik. Tak pernah marah di depan Lulu. Pak Eman bertubuh tambun, berkacamata dan rambutnya cepak. Pak Eman, berangkat kerja sebelum Lulu bangun, pulang larut malam.

Aku tahu semua, karena sudah lama tinggal di rumah Lulu. Setiap hari Minggu, Lulu dan Ayahnya selalu menyempatkan diri untuk bercengkrama. Merapikan rumput liar di taman. Bu Susi juga mama yang baik. Setiap hari selalu mengingatkan Lulu untuk memberiku makan. Lulu selalu ceria saat memberiku makan.

“Makan yang kenyang, Beti,” ucap Lulu setiap hari.
“Makan yang kenyang, Beti! Makan yang kenyang, Beti!” Aku bisa menirukan ucapan Lulu, karena sering mendengarnya, aku jadi hapal.

Lulu tersenyum melihatku makan dengan lahap. Walau sebenarnya, aku tak suka dengan makanan buatan manusia ini. Rasanya aneh. Seperti menusuk-nusuk di leher. Membuat gatal dan haus. Rasa aneh ini kuhilangkan dengan berteriak. Itulah sebabnya, setelah makan aku berteriak. Merapalkan semua kata yang sudah ku hapal dengan lantang. Aneh, mereka para manusia malah girang mendengarku cerewet. Padahal sebenarnya, leherku seperti tercekik.

“Selamat datang!” Itu kalimat yang biasa ku ucap saat orang memasuki rumah Pak Eman. Lulu dan Pak Eman yang mengajariku. Biasanya, orang itu akan kaget dan mencari sumber suara. Lalu menemukanku di pojok sebelah kiri. Dalam sebuah kurungan yang berukuran satu meter persegi.

Kandang ini menghalangi gerakanku. Aku jadi lupa, bagaimana cara terbang. Pipit kecil yang bertengger di ranting pohon mangga, iba melihatku terkurung. Aku iri melihat mereka berkicau riang, terbang di antara dahan.

Hari ini, Pak Eman keluar sambil membawa semprotan air dan sabun. Wah, pasti hari ini jadwal Pak Eman membersihkan kandang, batinku girang. Ini waktu yang tepat untuk merentangkan sayap selebar-lebarnya. Sementara Pak Eman membersihkan kandang. Aku ditaruh di ranting pohon mangga. Tapi kakiku masih terikat rantai besi.

“Wuahhh…, enaknya mengepak sayap,” aku mulai merapal semua kata yang telah kukuasai. Bedanya, ini bukan karena leherku sakit. Tapi, karena senang.

“Hei, Beti, kau bebas?” tanya Pipit.
“Iya, pegalku hilang. Aku senang.”
“Terbang lah tinggi, Beti! Rasakan embusan angin.”
“Tapi, kakiku terikat rantai besi, Pit.”
“Coba saja terbang! Rantai itu ringan. Bisa kau bawa terbang.”
“Benarkah?”

Aku pun mulai mengepak sayap dan mengambil ancang-ancang. Satu, dua, tiga…. Dengan kecepatan tinggi. Wuaaa…, luar biasa! Ini nikmat sekali. Entah sudah berapa tahun yang lalu. Aku hampir lupa rasanya terbang di alam bebas.

“Ayahhh…, Beti terbang…,” terdengar teriakan Lulu dari bawah. Aku tak peduli. Aku menikmati angin, seperti kata Pipit. Aku melihat pemandangan dari atas. “Yuhuuu…, keren!” Semakin lama, rumah Lulu terlihat semakin mengecil, lalu hilang.

Aku terus terbang mencari pohon untuk pijakan. Tapi…, kenapa tak ada pohon tinggi, ya? Selain pohon mangga yang ada di depan rumah Lulu.

“Lho, kenapa kembali ke sini? tanya Pipit.
“Pit, di mana bisa kutemukan banyak pohon?” tanyaku.
“Ini pemukiman padat, Beti. Di sini tidak ada lagi pohon tinggi. Pohon mangga ini satu-satunya”
“Lalu, bagaimana cara kamu hidup?”
“Aku tinggal di atap rumah,” jawab Pipit.
Ku coba mencari tempat berteduh. Seperti kata Pipit, di atap sebuah rumah. Setelah lama berputar, akhirnya kutemukan tempat yang nyaman. Rumah dua lantai yang bagian atasnya ada tempat untuk menjemur baju.

“Gubrak! Gedebuk!”
“Astaga,” ternyata rantai di kakiku tersangkut kawat jemuran.

Untung paruh bengkokku bisa diandalkan. Akhirnya lepas juga, syukurlah.
Tiba-tiba, dordordor.
“Hah? Suara apa itu?” jantungku berdegup kencang. “Aduh, bagaimana ini?” Aku ingin bebas, tapi lingkungan ini tidak aman buatku. Malam itu juga kuputuskan untuk kembali ke pohon mangga di depan rumah Lulu.

Di atas pohon mangga, sayup-sayup terdengar suara.
“Ayah, di mana Beti? Tolong cari Beti, Ayah!”
“Besok ya, sayang. Ini sudah malam. Besok ayah akan mencari Beti, sampai ketemu. Sekarang Lulu tidur dulu, ya”
Itu pasti suara tangisan Lulu dan Pak Eman yang berusaha menenangkan putrinya, gumamku.

Biasanya, Lulu selalu ceria. Pak Eman dan Lulu memeliharaku dengan sangat baik. Aku beruntung tinggal di rumah itu. Pak Eman juga sesekali menyiapkan jangkrik atau cacing tanah, makanan favoritku.

Pagi hari, kubangunkan Lulu dengan suara khasku dari atas pohon mangga. “Selamat pagi! Selamat pagi! Bangun! Bangun!”

“Ayahhh…, Beti pulang. Asyik! Hore! Terimakasih Ayah.” Lulu langsung menghampiriku.

Mulai hari itu, aku berjanji untuk tetap tinggal di rumah Pak Eman. Karena keluarga ini sangat menyayangiku. Aku juga akan menyanyangi mereka. Selalu memberikan keceriaan. Merekalah keluargaku saat ini.

Selesai.

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...