Engklek, my favourite traditional game!
Aulia Rahma Ardyanti
Aku suka bermain. Bermain apa saja yang membuatku senang. Bermain bersama banyak orang itu asyik. Karena aku suka bermain bersama banyak orang . Maka akan aku ceritakan, kalau permainan tradisional kesukaanku adalah engklek!
Permainan tradisional, tak kalah seru dengan permainan modern. Begitupula dengan permainan kesukaanku engklek. Aku suka main engklek sejak masih TK. Ibuku menggariskan kapur dihalaman belakang rumahku untuk aku bermain engklek.
Saat itu, aku menggunakan lilin mainan yang sudah kering, untuk menjadi batu engklek. Setiap hari sekolah, aku dan adik menyempatkan waktu sore untuk bermain engklek. Kalau liburan aku dan adik bermain lebih awal. Sangat menyenangkan.
Mulai kelas dua, aku sedikit melupakan permainan ini. Karena aku mulai terobsesi dengan permainan yang modern. Lagipula, garis kapur engklek itu sudah terhapus. Tapi pada semester kedua, seorang teman mengajakku bermain engklek. Dan aku ingat engklek lagi.
Sampai saat ini aku masih suka bermain engklek bersama sahabat-sahabatku. Guru kelasku membuat garis bermain engklek dilantai kelas, dengan menggunakan lakban hitam. Engklek ini dimainkan saat sebelum bel masuk dan sela-sela pelajaran.
Bermain engklek itu mudah. Dan untuk membuatnya dirumah juga sangat gampang. Kita hanya memerlukan kapur dan menggoreskan beberapa kotak dihalaman belakang rumah atau jalanan. Tapi kalau tak ingin bermain diluar, juga tidak masalah. Karena kita bisa membuat kotak dengan selotip bermotif, atau lakban.
Hari Selasa 23 September 2015, aku bersama tujuh orang temanku bermain engklek bersama. Empat perempuan, dan tiga laki-laki. Kami bermain sebelum bel masuk berbunyi. Sekitar jam tujuh kurang 15 menit. Dan kami mulai pelajaran jam tujuh lebih 20 menit.
Biasanya, anak-anak yang datang tidak banyak. Dan karena baru boleh menyalakan AC jam delapan, kami membuka pintu kelas agar tidak panas. Kami bermain hingga batu mencapai kotak terakhir. Karena banyak murid yang lewat, kami jadi perhatian mereka. Hehehe…
Oh iya, guruku membuat permainan engkleknya sedikit berbeda. Kami bermain berkelompok. Satu tim tiga orang. Kalau sudah berhasil melewati semua kotak, kami akan mendapatkan rumah dikotak pertama. Jadi, kita boleh lompat dengan dua kaki dikotak yang menjadi rumah kita.
Permainan ini umum. Untuk anak laki-laki, ataupun perempuan. Waktu aku masih TK, banyak yang bilang kalau engklek adalah permainan khusus anak perempuan. Sekarang, saat aku kelas 5 SD, tak ada yang bilang seperti itu lagi.
Sekarang, banyak anak-anak yang sudah tidak memainkan permainan tradisional. Mereka lebih sering memainkan gadget, dan jarang bermain diluar rumah. Kalau sudah bermain gadget, mereka akan diam sambil fokus pada layar gadget dan tidak akan bergerak.
Aku sendiri tidak bermain gadget. Aku lebih suka menghabiskan waktuku dengan membaca untuk sekadar mencari ide menulis. Dan bermain dengan adik. Aku juga mengalami konflik saat bermain engklek. Saat itu, guru kelasku mengadakan semacam lomba yang membagi dua sesi. Aku masuk ke sesi kedua. Disetiap sesi juga ada tiga kelompok. Aku masuk kelompok ketiga. Setelah pembagian sesi dan kelompok, guru memulai permainan.
Sayang, aku dapat kelompok yang tidak memuaskan. Ada yang keras kepala, dan malas bermain. Saat tiba giliran, kami mulai melompat. Tapi karena ada yang malas bermain, kami gagal untuk maju kekotak selanjutnya. Alhasil, temanku yang keras kepala marah-marah.
Dia memarahi temanku yang malas bermain. Mereka sempat bertengkar walau tidak lama. Setelah kelompok yang lain main, kami mendapat kesempatan kedua. Tapi hasilnya tetap sama, kami gagal lagi. Kali ini, temanku yang keras kepala marah bukan main.
Aku hanya bisa pasrah. Setelah kelompok lain main, dan saatnya giliran kami. Sebelumnya, temanku yang marah ini berpesan, agar aku dan satu temanku lagi berniat untuk main. Dan untungnya, keberuntungan datang. Kami berhasil melewati bagian pertama. Aku jadi tahu, kalau bermain diperlukan kerjasama dan perasaan yang senang untuk main. Yey!
Selesai