Rezeki (Tak) Kemana?
“Iya Teh, betul
itu! Masa tetangga yang punya mobil itu dapat sembako, kita malah ga dapat,”
“Biarin, kita
dianggap orang kaya kali, Alhamdulillah wae” (satire)
“Iya ya. Kalau
gitu mah, ga perlu diminta data KK dan KTP segala. Jam 10 malam, kita disuruh
fotokopi, ujung-ujungnya ga dapat juga.”
“Sabar waelah,
rejeki ga kemana, Teh”
Obrolan para bibi
(alias khadimat) siang itu mengalihkan perhatianku dari kegiatan WFH. Berita
mengenai bantuan sembako yang salah sasaran ternyata terjadi juga di kampung
dekat sini. Ada salahsatu berita,
penerima mengembalikan ke pemberi bantuan karena merasa tidak layak
menerimanya. Kalau di ‘kampung dekat sini’ infonya data lambat disetor,
sehingga banyak yang seharusnya layak dapat bantuan sembako, terabaikan.
“Sabar ya, Bik.
Bisa jadi Bibi dianggap tetap bekerja. Sedangkan mereka yang mendapat bantuan
itu, walaupun punya mobil mungkin sama sekali kehilangan mata pencahariannya.”
Dimasa pandemi Covid19 ini, para pengusaha restaurant, cafe, catering, warung
makan termasuk salah satu yang paling merasakan terjun bebas. Si ibu itu bisa
jadi salah satu darinya.
---
Seminggu pertama
WFH, saya meliburkan khadimat untuk juga ‘diRumahAja’, seperti anjuran
pemerintah. Alihalih senang, mereka malah khawatir kalau saya akan ‘memutus’
satu-satunya pendapatan keluarga. Apalagi suaminya yang tidak mendapat
pengahasilan sama sekali.
Karena ternyata
WFH disambi beberes rumah yang mana kami ‘hanya diRumahAja’ itu lumayan menyita
waktu (Terus terusan buat cemilan dan cuci piring, wkwkwk). Akhirnya sepakat,
bibi tetap datang dua hari sekali untuk beberes dan setrika. Syaratnya
menggunakan masker dan tidak pergi kemana mana selain ke rumah kami.
Suatu ketika, ada
teman suami yang mengirimkan empat ekor lele berukuran besar. Empat kali lebih
besar dibanding dengan lele yang dijual di warung. Celakanya, keempat lele itu
dalam kondisi hidup dan bergerak lincah. Awalnya si Bungsu seneng banget,
karena memang lele itu makanan kesukaannya.
Tapi, hingga seminggu
berlalu Lele itu tetap saja hidup dalam empat ember terpisah di depan rumah.
Emak nyerah! Ga tega membunuh lele besar itu, malah rajin memberi makan (naluri
pecinta binatang ini sih). Ayahnya anak-anakpun tak sanggup, walau sudah
browsing cara mematikan ikan lele berukuran besar, doi tetap bergeming.
Ketika saya perlu
ember-ember itu suatu kali, Lele pun akhirnya berpindah tangan ke Bibi. Semoga
lebih bermanfaat untuk dikonsumsi. Begitulah Rezeki, walaupun sudah
berhari-hari di depan mata, jika belum milik kita ya tidak akan kita nikmati.
Mengintip KBBI, Rezeki
adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang
diberikan oleh Tuhan); makanan (sehari-hari); nafkah; penghidupan;
pendapatan (uang dan sebagainya untuk memelihara kehidupan); keuntungan;
kesempatan mendapat sesuatu.
Kalau menurut Aa Gym, angka nominal uang yang ada
di rekening bank kita itu belum termasuk Rezeki kita. Karena kita belum
menikmatinya, baru angka-angka yang tertulis saja. Ketika tiba-tiba kita meninggal,
angka di rekening itu tak akan dibawa ke alam berikutnya.
Akan menjadi Rezeki, jika kita menggunakannya
untuk membeli kebutuhan atau sesuatu yang mendukung kehidupan kita. Juga ketika
kita memanfaatkannya untuk memberi kepada oranglain, mengirimkannya kepada
orangtua, berbagi untuk orang-orang disekitar yang membutuhkan, menginfaqkan di
jalanNya, dan hal lain yang membuat hati kita tersenyum puas.
Ayo kawan, mumpung saat ini Bulan Ramadhan,
manfaatkan moment ini untuk membuat angka-angka di rekening bank kita menjadi
Rezeki. Jika sudah berkecukupan, tak tau lagi mau membeli apa karena semua
sudah ada di rumah? Itu artinya ada hak fakir miskin dan anak –anak yatim, dari
angka tersebut. Keluarkanlah untuk mereka yang berhak, dan Allah S.W.T akan
membalasnya dengan berlipat ganda.