Senin, 16 Juni 2014

Dulu dan Kini MengenangMu



Rasulullah,…
Kata  yang kutulis di layar PC membuat jari jemariku tertegun
Tak lagi selincah biasanya menari merangkai bunga bermakna cerita
Kenapa?
Aku pernah menuliskan sebuah surat cintaku padaMu,
duhai Baginda yang Mulia,
Walau hanya dalam mimpi, ijinkan aku bertemu denganMu.
Suratku berpredikat juara, dan aku semakin mencintaMu saat itu


Dulu,…
Ketika menyebut namamu,
getaran hebat bak gempa tektonik melanda tempatku berpijak.
Menggetarkan seluruh dimensiku,
ruang dan waktu bergulir menyatu dalam indahnya berkasih mesra denganMu.

Otakku, mengalirkan ide yang menganak sungai menyanjungMu yang Fatonah.
Jemariku, menarikan tarian pena memujiMu yang Selalu benar dalam perkataan.
Lidahku, melafazkan nyanyian sahdu mengagumiMu yang amanah.
Hatiku,berdegup kencang bak genderang perang, karena Kau selalu menyampaikan kebenaran.


Kini,…
Otakku, berjuang sekuat tenaga menelurkan puisi ini
Jemariku, berkali-kali berhenti, minta waktu
Gelombang Cintaku tak lagi merah jambu
Frekuensinya tak tertangkap antena ibadah wajibku


Merefleksi diriku sejenak,…
Aktivitasku kini, mungkin yang membuatku jauh denganMu.
Absenku pada sepertiga waktu, tak lagi dalam hitungan hari.
Ijinku pada tepat waktu ibadahku makin sering terjadi
Lantunan doa penghujung sujudku semakin terdengar samar,…
Kitab suci, sahabatku dulu,
Kini debu di covernya makin menebal.

Aku mengerti, kenapa aku jadi buntu harus menuliskan cerita bertema Mu.
Aku lama tak bersua rindu dalam sepertiga malam
Lama tak berkasih mesra dalam tepat waktu.

Aku ingin makin dekat denganMu ya Habibi,
Semakin dekat, lebih dekat daripada yang dulu.
Terimalah aku kembali ya Rasulullah, menjadi kekasihMu

Cibinong 13/02/14

Ujian Susulan di Polres



Pengalaman ini kualami saat seorang murid kelas enamku berhalangan mengikuti Ujian Nasional dua tahun lalu. Permasalahan keluarga yang dialami ayah dan bundanya berujung pada perceraian. Kurang baik dampaknya bagi Chiko, anak laki-laki seusianya masih memerlukan sosok ayah yang menemani belajar. Namun, karena masalah antara Ayah dan Ibunya, Chiko ikut menanggung akibatnya.

Mei adalah ujian Nasional pertama bagi Chiko, dia berusaha mencapai hasil yang terbaik seperi impian orangtua dan semua guru yang mengajarnya. Namun, sebulan sebelum UN, Chiko harus terpisah dengan ayahnya. Ibunda Chiko mengamankan anaknya dari tekanan dengan mengungsikan Chiko ke tempat rahasia. Tempat yang hanya diketahui oleh ibunya, bahkan kami, guru kelas enamnya tidak diberitahu di manakah posisi Chiko saat persiapan UN itu.

Ibunda Chiko baru muncul seminggu menjelang UN, tryout yang notabene ajang latihan pun tak dijamah Chiko, namun sang Bunda menuntut agar anaknya tetap mendapat ijazah resmi yang dikeluarkan dinas pendidikan dan resmi dinyatakan lulus oleh sekolah. Kami pihak sekolah menyatakan dengan jelas bahwa Chiko harus ikut ujian susulan agar bisa dapat ijazah kelulusan.

Tak disangka niat baik kami mengusahakan Chiko bisa ikut ujian susulan terkendala, yang membuatnya menjadi rumit adalah orangtua Chiko sendiri. Ayahanda Chiko bermaksud menemui anaknya yang lama tak bersua. Tahu tentang ujian nasioanal susulan yang akan diikuti, Ayahandanya siap bermaksud menemui anaknya selepas ujian. Oh, benar-benar! Kenapa sekolah harus dilibatkan dalam konflik rumahtangga mereka. Andai bukan mempertaruhkan masa depan siswa kami, tentu kami akan menghentikannya sampai sini, kecewa.

Ibunda Chiko mengambil langkah antisipasi, melaporkan mantan suaminya ke KOMNAS perlindungan anak. Dengan tuduhan kemunculan ayahnya akan mengganggu konsentrasi Chiko dalam menjalani UN. Keterlibatan KOMNAS membuat pihak dinas pendidikan tak berani melaksanakan ujian susulan di kantor dinas pendidikan tingkat kecamatan. Kepala UPT membuat keputusan, ujian susulan Chiko, dilaksanakan di POLRES, dengan pengawasan ketat pihak kepolisian. Akhhirnya Chiko berhasil melaksanakan ujian susulan di kantor polisi.

Cimanggis, 30 Mei 2014

FTS



Ujian SMA kala itu, tak semangat kujalani. Tahu kenapa? Karena Aku tak punya rencana. Ujian SMAku dulu terjadi di tahun 2001, berarti sampai sekarang sudah tigabelas tahun berlalu. Wow! Suer tak ada yang kuingat selain nilai ujianku jeblok semua. Itu gegara tak ada target yang ingin kuraih setelahnya. Berjalan apa adanya, tanpa persiapan matang selayaknya ujian.

Beruntung! Tangan Tuhan masih berpihak padaku, nilai ujian jeblok bukan akhir segalanya. Buktinya? Aku masih hidup sampai sekarang. Bahagia, bekerja, dan berkeluarga. Alhamdulillah. Sebuah Nikmat Tuhan yang tak kupungkiri. Aku bersama lima orang temanku, lolos seleksi ujian masuk tanpa tes di IPB. Bahkan masuk di jurusan favorit saat itu, yaitu Teknologi Pangan dan Gizi.

Sama sekali tak kusadari, banyak orang di luar sana menginginkan masuk ke Jurusan ini. Sebuah amanah dariNya yang harus kujaga …, ribuan pemuda negeri berusaha mendapat bangku kosong di salah satu PTN ternama dengan jurusan pilihannya. Aku bisa santai dan bernafas lega.

Ada pepatah bertuah, kebaikan yang kita lakukan di dunia akan dibalas olehNya dengan jalan yang tak disangka. Kapan, di mana dan kepada siapa kebaikan itu akan terlimpah, itu adalah misteri yang tak mampu kita dalami. Aku yakin kebaikan berlimpah yang kudapat saat itu, berkat orang-orang di sekelilingku, mungkin Nenek-Kakekku, Orangtuaku atau Aku sendiri pernah melakukan kebaikan yang sempat di catatNya. Ah, Aku lupa, hanya Terimakasih bisa kuucap kepada yang telah berperan dalam keberuntunganku ini.

Sampai sekarang, Aku masih meyakininya! Kebaikan yang kita tanam, akan dipanen pada akhirnya. Mungkin tak terlihat sekasat mata, karena ukuran kesyukuran itu bahkan lebih kecil dari partikel debu, hanya bisa dirasa oleh hati yang ‘tawadhu’. Seberapa jeli kita, mensyukuri setiap Nikmatnya, akan dibalas dengan nikmat berlipatganda. Untuk semua yang merasa gagal di Ujian Nasional, Aku pernah mengalaminya, dan percayalah Tuhan mendengar setiap doa hambanya yang rendahhati meminta. Karena Kuasa Tuhan lebih besar dari segalanya.

Catatan Sebelum Mengabdi di IHF



Masa muda hanya sekali, jangan Kau siakan dengan putus asa dan kemalasan.
Aku pernah mengalami masa itu, saat berjuang sendiri mengais rizki. Sadar sepenuhnya, pengalaman dan kesempatan tak akan terulang untuk kedua kali. Aku puaskan diri berkelana merasa beberapa jenis pekerjaan yang menantang.

Praktek lapang di Pangalengan, adalah pengalaman pertamaku di dunia kerja. Sebuah perusahaan susu pasteurisasi dan suplayer susu segar untuk pabrik susu ternama. Ini tugas kampus, dan merasa sangat bersyukur bisa berkesempatan merasakan dinginnya udara Pengalengan di pagi buta, karena harus mengecek kedatangan susu dari peternak. Suatu ketika Aku bahkan berkesempatan ikut di truk tangki pengangkut susu, mengambil stok susu yang ada di koperasi peternak nan tersebar di seluruh Pengalengan. Ini jalan-jalan gratis di tengah perkebunan teh, sungguh pemandangan yang menakjubkan.

Lalu, penelitian akhirku adalah di kantor pusat Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Menjadi pegawai magang di Subdit. Promosi Keamanan Pangan selama enam bulan suangguh pengalaman yang berkesan. Tak dibayar bukan masalah saat itu, karena Aku mencari ilmu. Paling berkesan adalah saat Aku diminta membuat naskah wawancara Radio tentang air minum dalam kemasan. Serunya …, Bu Kabid membawaku serta saat siaran onair di salah satu radio Swasta terkenal di Jakarta. Saat tugas kantor menumpuk dan harus diselesaikan dalam waktu singkat. Konsiniasi yang diadakan di hotel berbintang juga pengalaman yang tak bisa kulupakan.

Freshgraduate …, saat itu Aku merasa bingung dengan masa depanku. Ke mana kulangkahkan kaki ini. Aku lulusan Teknologi Pangan, namun justru punya ketertarikan akut di bidang kepenulisan. Hanya sekali pengalaman kerjaku yang sesuai bidang kuliahku, itu pun hanya sekedar pengalaman latihan kerja di sebuah CV sederhana yang memproduksi minuman Jelly dan Nata De Coco. Tetap kujalani latihan kerja ini, sambil menyelam lebih dalam seluk beluk dunia Research And Development (R and D).  Aku tak cocok di sini, ini perlu ketelitian dan kreativitas yang mumpuni. Kreativitas Aku bisa menjanjikan, namun ketelitian? Oh, Aku sering ceroboh bekerja di Laboratoriom. Saat mengabdi di CV ini, aku pertama kali mendapat gaji, senangnya bisa mentraktir teman-teman.

Selesai masa latihan kerja, Aku tak melamar ke PT dan pabrik makanan atau minuman. Namun malah tertarik dengan ajakan teman untuk bergabung di pendampingan masyarakat, tugasnya memberikan susu dan makanan tambahan bagi ibu-ibu hamil di pedalaman Kabupaten Bogor. Di sinilah Aku punya kesempatan untuk belajar bersosialisasi dengan masyarakat. Berhubungan dengan ibu Hamil setiap hari dengan berbagai karakter dan sifat mereka yang berbeda-beda, pengalaman ini mengarifkanku dalam memahami perbedaan dan perlunya toleransi dalam hidup bermasyarakat.

Setahun bekerja dengan masyarakat membuatku ketagihan, ketika kembali ada kesempatan bekerja di bidang ini, langsung kusambut penuh suka cita. Apalagi kali ini lebih menantang, Aku berkesempatan mengunjungi setiap kecamatan di kota kelahiranku, Pekalongan untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya Flu Burung. Subhanallah …, sykurku tak putus padaMu Tuhan atas kesempatan mendapat gaji layak saat itu. Kemampuan presentasi dan bicara di depan orang terasah dan teruji ketika Aku menjalani pekerjaan ini. Naik ke gunung, menerobos hutan Petungkriyono dan kesempatan menginap di hotel berbintang saat pertemuan dengan pihak pendonor, USAID adalah pengalaman paling mewah yang pernah kurasakan sampai sekarang.
Pekerjaan ini mengantarku sampai waktunya pujaan hati meminangku, sedikit tabungan dari kerja lapang ini bisa dipakai untuk biaya nikah dan DP rumah. Lumayan …, namun suamiku tak mengijinkanku lanjut, karena kami akan berjauhan nantinya. Dua bulan setelah menikah, Aku putuskan mulai mengabdi sebagai guru. Menjadi guru bukan hal baru, ketika kuliah aku sering memberikan les privat ke putranya tetangga kosan, pernah juga honorer di sebuah SMA yang swasta di kota Bogor. Enam tahun kini Aku menjalani profesiku sebagai guru, sampai kelahiran putra dan putriku. Aku semakin mantap mengajar, sambil menyelam minum air, Aku belajar juga bagaimana mendidik putra dan putriku. Dan mimpiku masih panjang … Aku masih ingin mewujudkannya suatu hari!

Sehari Semalam di Bus

How Lucky I am …,terpilih mewakili fakultas, berangkat studi banding ke sebuah perguruan tinggi di Kota Malang. Ini tahun kedua kuliahku, karena kontribusiku cukup penting di Himpro alias himpunan mahasiswa, Aku termasuk salah satu dari empat orang yang akan berangkat bersama empat rekan sejurusan dan puluhan mahasiswa jurusan lain. Totalnya sekitar 45 orang. Dan, salah satu yang akan dikirim itu, adalah kecenganku. Ketua Himpro jurusan Psikologi yang ngekost tak jauh dari kosanku.

Sayangnya, dia hanya sebatas kecengan saja, yang membuat hati berdebar kala sosoknya lewat di depan kosan. Sering bertemu di rapat senat mahasiswa membuatku kagum padanya, cool, tak banyak bicara, namun sangat kritis dan selalu muncul dengan ide cemerlang. Lebih dari sekali kami satu grub dalam diskusi bersama. Sosok seorang pemimpin dimanapun dia berada, saat dipercaya menjadi ketua diskusi, dia berusaha mengakomodir semua masukan anak buahnya. Hei …, namanya sedang naksir, ya begini! Tersihir dengan semua kelebihan yang dipunya, kak Doni namanya. 

Di dalam bus Jakarta – Malang yang di sewa pihak Universitas, kami mencari posisi ternyaman masing-masing. Sial, masuk paling buntut. Aku kebagian tempat duduk paling belakang yang berjejer enam itu. Aduh, makin tak karuan ketika tahu yang akhirnya duduk di sampingku adalah kak Doni.

“Fit, tuker tempat duduk, dong!” teriakku kepada Fitri, seorang kenalanku dari jurusan Komunikasi.

“Maaf, Cha … Aku mabok kalau di belakang,” jawabnya.

“Icha di depan aja, biar yang di sini cowok semua.” Sebuah suara membuatku tergagap menjawabnya, intonasi perintah terasa nyaman didengar jika kak Doni yang mengucapkan.

“Mmm …, anu … tak ada yang mau tukeran sama Aku, Kak.”

Lalu dengan nada lantang namun tetap lembut dia bicara ke semua penumpang bus, intinya: adakah yang bersedia duduk di kursi belakang. Tujuannya biar yang di belakang cowok semua.

“Hei, Din! Lo kan cowok …, ngapain duduk deketan sama cewek Lo di situ? Bahaya tau duduk sebelahan sama pacar saat perjalanan, tukeran gih sama Icha!” kali ini kak Doni bersuara lantang agak  berteriak kepada Udin, yang maunya dekat aja sama pacar satu jurusannya.

“Iya … iya, Bos! Alah …, bilang aja Lo grogi duduk di samping Icha.” Jawab Udin seenaknya.

“Sok atu, Cha … jagain Dina, ya, nitip!” akhirnya Udin mengalah juga dan pindah ke kursi belakang. Kak Udin, dia ketua himproku yang gokil. Tapi tetap berwibawa.

“Terimakasih, Kak!” jawabku tersenyum dan segera pindah ke dekat Kak Dina, kebetulan Kak Dina ini satu tim dengan Kak Doni dari jurusan Teknik.

Ah …, perjalanan ini sangat panjang. Lebih dari duabelas jam. Kami berangkat sore hari dan akan sampai malam hari berikutnya. Huft! Busnya sering berhenti pula, istirahat di pom bensin. Beser banget tuh orang-orang, sialnya ga barengan lagi kebeletnya. Jadi repot kan mesti berhenti lagi, berhenti lagi. Untungnya bus ini memang di sewa untuk kami, jadi kami saling memahami.

Malam hari kami memasuki kabupaten Ngawi, ini seperti di tengah hutan, gelap dan mencekam. Pantat kami mulai kepanasan, alamat tak ada pom bensin kalau kanan-kiri pemandangannya hutan begini. Salah satu dari penumpang mabuk perjalanan, muntah-muntah dari siang. Kondisi badannya melemah. Kursi belakang yang notabene cowok semua itu di pakai untuk tempat merebahkan teman yang sakit tersebut. Berhamburanlah mereka …, Kak Doni duduk di bawah, lantai bus yang beralaskan kardus bekas Aqua.

Aku tak bisa tidur, pikiranku berkenala … membayangkan sesuatu seperti di melodrama Korea, romantis, tak terduga dan seringkali menyajikan kisah Cinderella. Ini pasti gegara ada Kak Doni, pikiranku jadi kreatif sangat, perasaan pun terbawa melankolis. Pangeran impianku berpindah duduk dengan kursi plastik di sebelahku. Benar-benar tanpa jeda udara, bahkan Aku bisa merasakan kaos yang membungkus lengannya bergesekan dengan bajuku. Tentu tak disengaja, tapi bagiku ini membawa efek ajaib hingga mungkin saja menimbulkan chemistry aneh. Ini memalukan jika Kak Doni sampai tahu.

Yaelah, kenapa dia malah mengajak bicara sepanjang perjalanan. Mengomentari setiap moment yang terekam oleh kaca Bus malam jurusan Jakarta-Malang.

“Kau tahu itu namanya pertanian apa, Cha?” Tanyanya sambil menunjuk lahan pertanian di balik kaca bus.

“Wah, apa ya? ga tau, Kak”

“Pertanian ini menggunakan sinar lampu sebagai pengusir hama. Sinarnya dari tenaga surya yang diserap kala siang hari.” Jawabnya. Dan menyusul pertanyaan-pertanyaan lainnya.

“Ga tidur, Kak?”

“Ngantuk sih, tapi kursinya tanpa sandaran gini, repot kalau merem. Icha jangan tidur, ya temani Aku ngobrol,” pinta kak Doni dengan senyuman.

Kulihat kanan-kiri, semua terlelap dalam dunia mimpi. Di sampingku, kak Doni terjaga sepenuhnya, sepertinya tidur dengan lengan kami setengah bergesekan gini juga sangat tidak nyaman. Akhirnya, sepanjang malam kami berbincang beragam topik dari masalah politik yang rumit sampai masalah kejadian konyol yang di pernah dialami. Kenangan terjaga semalaman bersamanya tetap ada di memoriku, tak berujung apapun, karena sampai kini Aku tak pernah membuka rahasia hatiku.

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...