Kamis, 30 Juli 2015

Salah Dengar

Ari Saptarini

“Bu Duriah sudah lahiran! Tadi suaminya telpon,” kata Nia, rekan kerjaku di proyek penelitian seorang Doktor muda di kampus.

“Kapan katanya?”

“Tadi malam, jam dua dini hari”

Rabu, 29 Juli 2015

Bahaya Mengancam Wanita Yang Membonceng Motor



Mode gaun wanita yang saat ini sedang booming, berupa gamis / longdress / gaun panjang membuat para wanita perlu waspada saat berkendara. Terutama ketika mereka sedang membonceng kendaraan roda dua.

Medan morfik akan menciptakan Butterfly effect

Catatan Halal Bi Halal Dengan Ibu Ratna Megawangi dan Ibu Rachma Dewi kemarin.

Siang kemarin, Bu Ratna Megawangi memberikan wejangan bagi kami.
Sekali lagi beliau mengungkapkan mengenai Ilmu kuantum Fisika tentang Medan morfik.
Apa yang kita rasa, kita lihat, kita dengar akan mempengaruhi ruh pada diri kita.
Tak ada manusia yang sempurna, namun bagaimana cara kita untuk menjadi baik?
Ya harus menciptakan medan morfik yang baik.

Pernahkan kalian merasa “nyaman” saat memasuki sebuah ruang/tempat?
Orang-orang yang ada di ruang/tempat tersebut akan menciptakan sebuah medan morfik. Gelombangnya akan direkam oleh udara dalam frekuensi tertentu.  
Upaya beliau berjuang total untuk Yayasan Warisan Nilai Luhur Indonesia dengan sebuah cita-cita besar. Menciptakan medan morfik manusia berkarakter di Indonesia.
Seandainya pun tidak satu dua tahun lagi cita-cita ini tercapai. Sepuluh atau duapuluh tahun lagi, semoga cita-cita itu tercapai. Semakin banyak orang – orang yang menyadari pentingnya mendidik dengan cinta akan menciptakan sebuah medan morfik yang frekuensinya bisa direkam oleh udara.


Kelak, bayi yang baru lahir sekalipun. Dipastikan akan berkarakter baik… 

Selasa, 28 Juli 2015

5 Hal yang harus kamu lakukan saat berkunjung ke Wonosobo


1. Mengunjungi Kawah Sikidang

Kawah ini terletak di pegunungan Dieng. Bau belerang sudah terasa sekitar dua kilometer sebelum masuk ke lokasi wisata Kawah Sikidang. Namun jangan khawatir, banyak penjaja masker yang bisa di dapatkan di kanan kiri jalan. (masker Rp 10.000 dapat tiga). Saat berkunjung ke kawah sikidang, kita bisa berfoto dengan kuda putih atau burung-burung karnivora dengan hanya merogoh kocek sebesar Rp 10.000 kita bebas berfoto sepuassnya. Sebagai kenang-kenangan, saya berfoto dengan si Burung Hantu besar.
Jangan ketinggalan telur rebus kawahnya yang kenyal dan yummy, apalagi dimakan dalam kondisi dingin.  Wuih, anak saya yang tak suka telur rebus saja bisa habis dua, hehe.
Pulang dari Kawah Sikidang, Bunga Adelwis, batu kawah, bubuk sulfur atau batu akik bisa jadi oleh-oleh bagi teman kantor / kerabat di rumah.

Teacher Training Mambusho

Tulisan ini sudah dimuat dalam Antologi bersama "Beasiswa"
Audisi naskah yang diselenggarakan oleh Group Antologi Es Campur 
Diterbitkan oleh :  Ae Publishing 


Iseng, kucoba ikuti beasiswa yang ditawarkan sebuah link di ineternet. Bukan untuk studi melanjutkan jenjang pendidikan, hanya kursus singkat selama satu setengah tahun di Jepang, memperdalam ilmu tentang pendidikan. Karena beasiswa itu hanya diperuntukkan bagi pengajar alias guru dengan berbagai bidang keahlian.

Berhubung hanya iseng saja, Aku tak meminta izin atasanku di kantor saat mengirimkan berkas aplikasi beasiswa. Sangat tak mungkin lolos, pikirku saat itu. Tantangan membuat sebuah essai dalam bahasa inggrislah yang menantangku, essai telah selesai, berkisah tentang kenapa Aku ingin memperkaya ilmu di negeri Sakura.

Walau yakin tak akan lolos, aku tetap lanjut mengirimnya, karena mubadzir menyia-nyiakan karya yang telah kubuat dengan susah payah.

Essai singkatku, iseng kuperlihatkan pada suamikuyang sedang bersantai sepulang kerja.
“Tenang, Mas, Aku tak mungkin lolos, Kok! Iseng – iseng berhadiah!” ucapku.
“Nanti kalau seandainya kamu lolos, bagaimana selanjutnya?” jawaban suamiku membuatku berfikir tentang sebuah kemungkinan kecil yang bisa berubah menjadi peluang besar, tatkala banyak orang juga memikirkan hal yang sama dan akhirnya mundur.

Tapi aku tak mundur, pantang membuang percuma essaiku yang telah selesai. Tanpa berfikir panjang, Aku kirim aplikasi ke panitia beasiswa Mambusho lewat Tiki JNE. Tak mengharap suatu keajaiban muncul dari sana. Dua minggu berlalu dengan tenang, lalu ada kabar, berkas beasiswaku lolos dan ada ujian tulis pertama berbahasa Inggris. Setelah ujian tulis ini, beberapa bulan tanpa kabar lanjutan, aku pun sudah lupa pernah mengirim aplikasi beasiswa, terlalu sibuk dengan dunia kerja. Maklum aku diamanahi sebagai direktur dari sebuah yayasan swasta yang bergerak di bidang pendidikan.

Suatu siang, saat rapat koordinator, berita mengejutkan itu kuterima, Aku dipanggil untuk wawancara, sebuah langkah lanjut dari proses seleksi beasiswa. Tentu aku tak semudah itu percaya, mengkroscek dengan menelfon kembali nomor yang tertera di layar handphone panggilan masuk. Benar! Wah, aku bingung tatkala waktu wawancaranya bersamaan dengan waktu rapat rutin yayasan yang biasa kupimpin. Mau tak mau, aku cerita tentang isengku yang berhadiah lolos sampai tahap wawancara. Bersyukur, mereka mendukungku, termasuk pimpinan yayasan ini. Aku semakin mantap melangkahkan kaki untuk wawancara.

Keluarga? Ya, ini saatnya aku mendiskusikan secara serius dengan suamiku jika apa yang dikhawatirkan dulu terjadi, bagaimana anak kami, apakah harus berpisah satu setengah tahun ini, atau ada kemungkinan suamiku bisa cuti serja setahun kedepan dan ikut serta ke Jepang. Subhanallah …, bulan Juli akhir, impian yang tak berani aku mimpikan kini ada di hadapan. Langkahku mendapat beasiswa guru dari pemerintahan Jepang kurang selangkah lagi, aku semakin yakin akan bisa meraihnya. Semua sudah kupersiapkan matang, termasuk bagaimana nanti Fatiha, anakku yang baru lima tahun.

Awal Agustus, pemerintah Jepang menyetujui aplikasi yang kukirimkan, keahlianku sedikit lebih di bidang menulis, dan itu menambah nilai lebih penilaian para juri selain penguasaan bahasa asing, nilai ujian tulis dan bagaimana aku menjawab ketika wawancara. Oktober aku berangkat, sebulan sebelumnya ada training khusus bahasa Jepang bagi semua peserta yang lolos seleksi.

Aku berangkat dulu, mencari lokasi untuk bermukim, sebulan kemudian suami dan putriku menyusul. Satu setengah tahun berlalu cepat, untung suamiku bisa mendapat cuti kerja dari kantor selama setahun dan punya peluang bekerja sambilan di Jepang ini. Lumayan, bisa menambah pemasukan bulanan, tak cukup memang jika hanya mengharapkan biaya subsidi dari pemerintah jepang. Putriku sekolah di dekat rumah singgah di sana. Sepeda mini, kendaraan yang kunaiki setiap hari ke kampus atau menjemput putriku di sekolah.

Bulan ini aku akan kembali ke Indonesia, banyak kenangan dan ilmu yang kudapat di sini. Sahabat guru dari belahan dunia yang berbeda, mereka semua menginspirasiku untuk kembali ke Jepang suatu hari nanti. Hatiku terlanjur tertambat di Jepang, dinamisme dan sikap masyarakatnya yang selalu positif membuatku langsung jatuh cinta pada Negeri penuh Sakura saat musim semi itu. Kedisiplinan, semangat kerja, pantang menyerah, kreativitas, positif thingking dan kecintaan masyarakat Jepang yang memilah sampahnya untuk menyelamatkan bumi yang semakin merana, menginspirasiku untuk di terapkan di Indonesia, Ya …, minimal dari sekolah tempatku mengajar Aku bisa memulai misiku esok hari.

Based On True Story,
cc Ibu Wahyu Farrahdina 



Jodoh Divana di Salatiga

Tulisan ini sudah dimuat dalam antologi bersama "Keajaiban Jodoh" 


Divana, seorang pekerja wanita, usia kepala tiga. Teman-teman kantor Divana, rata-rata sudah hidup berumahtangga, mereka care dengan kondisi Divana yang masih menyendiri diusia yang mulai senja, namun tak satupun berani membuka mulutnya untuk bicara tentang jodoh di hadapan Divana.

Sakit yang dirasakan Divana, seperti bisa dirasakan oleh teman-teman kantornya, masih teringat jelas kejadian satu bulan lalu, Divana dipanggil oleh bosnya, rupanya bos ingin tahu bagaimana keberadaan mobil perusahaan yang diamanahkan kepada Divana.

“Kau tak pernah ke kantor dengan mobil lagi? Mobil itu ku’ amanahkan untukmu agar dipakai setiap kerja, baik ke luar kota atau hanya sekedar ke kantor saja” titah sang bos, disambut tangis oleh Divana.

“Saya ingin jujur sekarang, Pak!”

“Sudah lama, saya memendam perasaan ini sendiri, terpuruk dalam nestapa tak bertepi.”

“Sebenarnya …, mobil itu …,” Ah, Divana tak mampu melanjutkan kalimat yang keluar dari mulutnya.

Menangis …, dan bos Divana yang baik hati dan sabar itu masih membiarkan Divana melanjutkan kalimatnya.

Sadar bahwa bos masih memperhatikannya, Divana mencoba untuk tegar menceritakan kejadian sebenarnya.

“Pak …, mobil itu …, hilang bersama Andika, orang paling dekat denganku beberapa bulan ini”

“Andika? Calon suamimu bukan?” ucap atasan Divana sedikit berempati.

“Tidak lagi, Pak!” Divana meradang mengingat lelaki kurang ajar yang hanya memanfaatkan karirnya untuk hidup diatas rata-rata.

“Bahkan, di mana dia sekarang, Saya tak peduli lagi!”

“Satu hal yang membuat Saya ingin mencarinya, hanya mobil perusahaan itu. Mobil itu, tanggungjawab Saya, Pak!, akan kembali utuh, Saya percaya!”

Bos Divana hanya bisa tertegun melihat anak buahnya memelas meminta waktu untuk mencari mobil perusahaan yang hilang, ya, hilang dibawa pergi oleh pacar Divana.

“Baiklah, Saya beri waktu untuk Kau mencari mobil itu, satu bulan dari hari ini, jika dalam waktu sebulan belum juga ketemu, silahkan mengajukan surat pengunduran diri,”

“dengan surat pengunduran dirimu, anggap saja Kau telah membayar lunas hutangmu menghilangkan mobil perusahaan,”
“dan tentu saja, Kau akan mengundurkan diri tanpa pesangon!” lanjut bos Divana memperjelas pernyataan sebelumnya.

“Baik, Pak Saya akan terima dengan lapang dada konsekuensi tersebut!”

Sejak hari itu, Divana dan seluruh anggota keluarganya mengerahkan segala cara mencari Andika dan mobil perusahaan yang dibawanya kabur. Teman dekat, keluarga Andika, polisi sampai orang `pintar` diminta bantuannya menemukan lokasi keberadaan mantan pacar Divana, saat ini.

Ketemu! Akhirnya petunjuk orang `pintar` diikuti, dan Divana menemukan mobil itu sedang diarkir di halaman sebuah pertokoan. Divana berusaha tegar menghadapi Andika, meminta mobil perusahaan itu dikembalikan padanya.

Dulu, memang Divana meminta pendapat pacarnya saat bos menawarkan sebuah mobil perusahaan padanya.

“Aila saja, Yang!” permintaan Andika dituruti oleh Divana yang kala itu sedang dipromosikan jabatannya.

Sampai enam bulan berikutnya, Aila terparkir manis di rumah kontrakan Andika, hanya dipakai untuk mengantar dan menjemput Divana sore harinya, sesekali mengantar pergi Divana ke luar kota.

***

Divana mengembalikan mobil perusahaan ke bosnya, itu artinya dia masih bisa melanjutkan kerja di perusahaannya.

Saat makan siang di meja kerjanya, bos menghampiri Divana

“Divana, kalau sudah selesai makan, silahkan ke ruangan Saya! Titah bos membuat Divana melanjutkan makan lebih cepat dari sebelumnya.

“Tugas ke luar kota, Pak?” Tanya Divana begitu sampai di ruangan bosnya.
“Ya! Ke Salatiga!”

“Cabang perusahaan di Jawa Tengah, Pak?” untuk berapa lama?”

“Setahun!” jawab bos Divana tanpa basa-basi.

“Siap, Pak! Terimakasih atas kesempatan yang Bapak berikan!” ucap Divana sambil membungkukkan badan layaknya orang Jepang.

Sejak lama dia ingin mengubur kenangan bersama Andika di kota ini, kesempatan ke luar kota sangat diharap Divana bisa mengobati luka `kehilangannya`. Dia tak percaya lagi laki-laki, hatinya mati, beku karena airmata kecewa, dan dia ingin menghibur dirinya.

***

Seminggu di Salatiga, Divana berusaha mengakrabkan lidahnya dengan aneka menu yang tersaji di kota dingin itu. Posisi Divana cukup terpandang di cabang perusahaan tersebut. Walaupun, semua anak buahnya lebih senior darinya, Divana berusaha membaur bersama mereka. Sering Divana mentraktir mereka, selepas kepenatan delapan jam kerja.

“Bu …, maaf sebelumnya jika saya kurang sopan …,”

“Ada apa, mbak Leli?” jawab Divana santun.

“Bu Diva, mau saya kenalkan dengan adik sepupu saya?”

“Maksudnya?” Divana mengerti dengan maksud anak buahnya, namun kurang yakin dengan kata `kenalkan`

“Ya, barangkali jodoh, Bu. Sepupu saya sedang mencari calon istri.”

“Ooohhh! Saya pikirkan dulu ya, Mbak” jawab Divana sambil menenggak segelas air putih di hadapannya.

Haruskan hati yang beku itu terbuka, Ya Allah? Doa Divana dalam sholatnya. Saya tak ingin sakit hati lagi, mohon petunjukMu! Jika ini memang jalan jodoh yang Kau berikan, mudahkanlah dalam prosesnya, saya ikhlaskan hati ini untuk menggapai ridhoMu.

Perkenalan terjadi tanpa rekayasa, Mbak Leli mengajak Rahmat, adik sepupunya untuk bertemu bos Divana.

“Saya hanya bisa sampai disini, selanjutnya, Kau dan Bu Diva yang mengambil keputusannya!” Leli menasehati adik sepupunya.

Divana, sudah menyerahkan semuanya ke Sang Maha Pengatur, termasuk niatnya menjalani pertemuan perkenalan itu. Dan awal Februari 2014 lalu, dengan mengucap syukur tak bertepi. Divana menerima Rahmat sebagai suaminya. Keyakinan Divana berbuah hasil, hati yang beku bisa kembali hangat dengan senyuman mentari dipagi hari. Semoga sahabat yang belum menemukan jodohnya tetap membuka hati untuk calon pasangan sehidup sematinya, seperti kisah Divana.

Note.

Based on true Story, kisah temanku yang kini sudah bahagia hidup berumah tangga. Divana, bukan nama sebenarnya.

Ratna Megawangi, Namanya Harum Mewangi ke Pelosok Negeri_Ari Saptarini


Seorang wanita serupa Kartini, beliau adalah pendiri yayasan Indonesia Heritage Foundation (IHF). Bernama Ibunda Ratna Megawangi, wanita kelahiran 24 Agustus 1958 di Jakarta.  Saat beliau memulai jejaknya, melanglang buana untuk memperkaya ilmu di luar negeri, aku baru lahir ke dunia. Pendidikan anak usia dini menjadi concern beliau sekarang, punya visi ke depan, berjuang untuk mewujudkannya, mencipta lapangan kerja baru mengusung konsep pendidikan karakter untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkarakter. Semua cita-citanya selalu berusaha direalisasikan dalam dunia nyata.
Bu Ratna, kami biasa memanggil namanya. Dalam sebulan, sekali dua kali beliau hadir ke yayasan IHF untuk memberikan motivasi kepada kami semua. Setiap selesai materi beliau, semangat dan energi terisi full. Apa yang diucapkan dan dicitakannya adalah apa yang akan diwujudkannya. Itu lah satu kalimat yang mewakili pendapatku tentang beliau.
Lima tahun sudah aku bergabung dengan yayasan ini, teringat dulu kantor ini hanya satu ruangan kecil bersekat-sekat, kini gedung megah berdiri. Kalau bukan karena beliau, mungkin aku bekerja entah di mana dengan passion yang ala kadarnya. Aku bersyukur bisa bergabung dengan yayasan ini, selain mendapat banyak ilmu baru yang tidak aku pelajari di bangku kuliah.
Bu Ratna cerita, tak ada yang pernah memintanya untuk mendirikan IHF, tak ada motif pribadi apalagi motif ekonomi saat memulai memfokuskan diri dengan pendidikan karakter. Hanya panggilan hati semata, kesemrawutan yang ada di Indonesia, karakter penduduknya yang mudah terpancing emosi, lari dari penyelesaian masalah, korupsi yang merajalela, dan sederet catatan hitam bangsa ini membuat hatinya tergerak tanpa diminta.
Sebagai seorang dosen, bu Ratna terbiasa memecahkan masalah secara sistematis. Hukum sebab akibat terlibat, semua catatan hitam bangsa ini berawal dari pendidikan anak usia dini yang salah dan ini dirunut ke pendidikan wanita, sebagai calon ibu perlu diperbaiki.
Banyak teori, namun pada prakteknya orang tua lupa bahwa anak-anak mereka belajar dari mengamati kelakuan ayah dan bundanya di rumah. Tidak hanya peran ibu saja, melainkan juga peran ayah sebagai kepala rumah tangga.
Sempat menghebohkan Indonesia dengan buku karangannya berjudul ‘membiarkan Berbeda’ pada tahun 1999, bu Ratna tampil sebagai salah seorang feminis di era millennium alias Kartini Indonesia abad 21. Buku tersebut menurut beliau, diinspirasi dari buku karya Sachiko Murata, The Tao of Islam. Agama islam dan semua agama di dunia mengajarkan pengikutnya untuk melakukan kebaikan.
 “Entah mengapa penduduk negeri ini yang notabene sebagian besar Islam, malah menjadi pribadi dengan karakter brutal, sikut sana sikut sini, saling serang, tak percaya dengan pemimpinnya, mudah tersinggung dan lain-lain. Padahal, ajaran Islam tidak mengajarkan. Lalu siapa yang memberi contohnya? Tentu ayah dan bunda mereka di rumah” pernyataan bu Ratna selalu memotivasiku untuk terus belajar dan menjadi ibu teladan bagi anak-anakku.
Ribuan sekolah Semai Benih Bangsa (SBB) yang berdiri di Indonesia adalah karena jasa Beliau. Menggunakan dana CSR perusahaan besar yang menyumbang dengan sukarela, yayasan yang bergerak memberikan pelatihan kepada guru pengajar anak usia dini ini semakin melebarkan sayapnya untuk memperbaiki akhlak penerus bangsa.



Biodata Penulis
Arishi adalah nama pena dari Ari Saptarini, yang lahir di Pekalongan 9 September. Tinggal di Puri Alam Kencana Blok Q 5 No : 4 -  Rt 04 / Rw 08 Nanggewer Mekar Kab Bogor Jawa Barat. Pekerjaan utamanya adalah seorang Guru SD di Indonesian Heritage Foundation. FB : Ari Saptarini, email : saptarini1983@gmail.com

 Dimuat dalam antologi bersama "20 Tokoh Kartini Masa Kini" 




Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...