Sabtu, 15 Juni 2019

ANTOLOGI PERPISAHAN : DEK SAFA


Dek Safa
Oleh: Ari Saptarini

Alhamdulillah, positif hamil!’ pekikku dalam hati.
Dua anakku, Ihsan dan Karima, sangat menginginkan adik sejak lama. Mereka berjanji akan menjadi kakak yang baik jika adiknya lahir kelak. Ini kehamilan ke lima, setelah mengalami keguguran di kehamilan pertama dan ke empat.
Kehamilan ke empat! Ya, itu terjadi dua tahun lalu, Mei 2012 saat Tuhan lebih memilih Abdullah kembali ke pangkuanNya sebelum aku bisa memeluknya. Tuhan menghentikan detak jantungnya sepekan sebelum usia kehamilanku empat bulan. Sabar …, pasrah! Hanya itu yang bisa kulakukan. Bagiku ini bukan yang pertama, karena kehamilan pertama dulu juga luruh sebelum janin berkembang sempurna.
“Calon bayi kita, laki-laki, Bun,” bisik suami di sampingku.
Aku telah merelakan kepergiannya, semoga kelak Abdullan menjadi tabunganku di akhirat. Semoga dia yang akan menyelamatkan keluarga kami kelak, Amin.
Aku jadi mengingat Abdullah. Janin berusia empat bulan yang keluar dari rahimku dengan persalinan normal. Aku bertemu dengannya, sekilas.  Sebelum dokter dan perawat membersihkannya, lalu suamiku mengubur jasadnya. Pertemuan di saat Tuhan telah menghentikan detak jantung Abdullah, dia baru limabelas centimeter ukurannya, mungil. Namun garis di wajahnya terlihat tegas, seperti Abinya.
            Usiaku kini tak lagi muda, tapi Tuhan masih memberiku kesempatan untuk kembali mengemban amanahNya. Alhamdulillah, setelah Kau ambil Abdullah yang masih empat bulan di alam rahim, segera ada penggantinya. Kali ini, calon bayiku, perempuan.
“Kita namai Safa aja, Bun,” celetuk putriku yang begitu girang, calon adiknya perempuan.
“Nanti Safa aku pinjamin boneka dan mainan milikku. Aku tidur sama Safa ya, Bun,” lanjutnya.
Sementara mas Ihsan yang mengharapkan adiknya laki-laki, memesan satu lagi setelah Dek Safa lahir.
“Karima enak punya teman, Bun. Nanti Bunda hamil lagi ya, biar Ihsan punya teman.”
Waktu cek kehamilan tiba, Deg! Perasaanku campur aduk saat dokter mendiagnosa ada kelainan rhesus, aku pembawa rhesus positif, dan calon bayiku negatif.
“Tidak apa-apa, Bu! Nanti akan ada ‘treatment’ dengan pengobatan, banyak yang berhasil kok Bu, walau beda rhesus namun bias lahir dengan sehat.” Aku tenang, karena Dr. Rose selalu menanamkan ‘positif thinking’ kepada setiap pasiennya.
Hinga akhir Bulan Sya’ban, Tuhan kembali mengujiku. Dokter mendiagnosa detak jantung janin di kandunganku hening. Ya Allah, kenapa ini harus terjadi berulang? Aku tetap mencari second opinion, hasilnya sama. Hal terberat adalah memberi pemahaman untuk anak-anak yang masih sangat menginginkan kehadiran adik bayi di rumah ini.
Awal Ramadhan, Aku kembali menyaksikan buah hatiku yang kembali kepangkuanNya sebelum tangisnya pecah di dunia. Safa hanya melalui alam ruh dan alam rahim, dia lahir dengan proses persalinan normal. Hampir sama dengan kasus kehamilanku sebelumnya, namun proses induksi terjadi lebih cepat. Safa, baru limabelas centimeter ukurannya. Bunda, Abi, Kak Ihsan dan Karima menyanyangimu, Nak.
Tapi, Allah mungkin lebih menyayangi kau, sayang.  
Selamat jalan, Safa …, ada Kak Abdullah di sana. Semoga kita sekeluarga kelak berkumpul di Syurga.

Cibinong, 10 Juli 2014



Tidak ada komentar:

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...