Sabtu, 15 Juni 2019

CATATAN : Aku Bekerja, untuk Ibu dan Anakku


Aku Bekerja, untuk Ibu dan Anakku

Aku menghargai ibuku, yang sudah membiayai kuliahku. Pontang-panting mencari biaya untuk menyelesaikan pendidikan sarjanaku di salah satu universitas negeri ternama. Setelah lima tahun, aku lulus dengan nilai pas-pasan, raut kecewa di wajah ibu terekam olehku, tatkala diriku tidak menjadi yang terbaik seperti harapannya selama ini. Aku berazam diri, walau IPK pas-pasan, aku harus membuat orangtuaku bangga dengan pekerjaanku nantinya. Akan aku buktikan bahwa IPK bukan segala-galanya dalam mencari kerja. Tiga tahun berlalu setelah kelulusanku, aku bekerja berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, mulai dari menjadi relawan LSM luar negeri dengan gaji tinggi, sampai magang di sebuah pabrik minuman kemasan dengan gaji keikhlasan, semua aku jalani. Aku yakin, semua proses yang kulalui akan membawaku pada satu muara yang paling pas denganku.
Aku menikah tahun 2008, setelah menikah aku memutuskan untuk melepas pekerjaanku dan mengikuti suami. Sampai di Bogor, kembali aku teringat dengan ibuku, aku tak bisa berdiam-diri di rumah. Sia-sia ilmu yang telah tergadai dengan jerih payah ibu menyekolahkanku. Diantara banyak pilihan, aku memilih menjadi guru. Profesi ini pas untuk perempuan yang ingin tetap beraktivitas, tapi tidak menuntut karir dan gaji tinggi.
Karena itulah aku bekerja sebagai guru, hingga saat ini. Profesiku memang tak sesuai dengan bidang ilmuku yang lebih focus mempelajari gizi dan teknologi, namun aku puas dengan pekerjaanku ini. Karena dengan menjadi guru, aku bisa belajar ilmu baru, tentang mendidik anak yang baik dan benar. Ilmu ini selain akan aku praktekkan di sekolah ketika mengajar, bisa juga sebagai referensiku mendidik putra-putriku di rumah.
Profesi guru yang paling fleksibel dengan perempuan menurutku, karena aplikasi ilmu langsung bisa kita serap dan terapkan pada putra putri kita. Lima tahun sudah aku menjalani pekerjaanku menjadi guru, kini putaku mulai bersekolah. Tak mudah membuat anakku cinta dengan sekolahnya, kebutuhan bermain dengan temannya masih tinggi. Ketika aku menyekolahkan anakku di dekat rumah, lebih sering bolosnya daripada aktif dengan kegiatan.
Tahun lalu, kuputuskan mengajak putraku untuk bersekolah di tempat aku mengajar. Hampir setahun ini, aku berangkat dan pulang kerja dengannya. Semoga putraku menikmati saat-saat kebersamaan kami dan akan mengjadi kenangan indah baginya kelak kemudian hari. Ada rasa puas, bisa menyaksikannya tumbuh dan berkembang semakin baik dari hari ke hari, walaupun repot di kala pagi, mengurus keperluanku dengan kebutuhan putraku untuk sekolahnya, jika semua dilakukan dengan senang hati, semua terasa indah.
Setiap hari, ada saja masalah yang harus kupecahkan di kelas, kelakuan siswa-siswiku dengan berbagai keunikan, kelebihan atau kekurangan. Sebagai gur, aku dituntut bisa berfikir cepat tapi tetap bisa memberi suri tauladan yang baik, tentu saja cara memberitahu mereka tidak dengan sikap negatif karena aura kemarahan kita akan terbaca oleh mereka. Ilmu baru cara berbicara dengan anak ini juga bisa dibawa ke rumah.
Aku bersyukur, di sekolah sering diadakan pelatihan untuk guru. Dari pelatihan manajemen kelas, menulis, membaca dan memahami bacaan dengan beberapa tingkat kesulitan, bermain recorder, pelatihan penanganan pertama pada kecelakaan, dan banyak pelatihan lainnya. Tanpa bekerja di sini, aku buta dengan ilmu mendidik anak, mungkin Tuhan tahu apa yang aku butuhkan, karena itulah aku  bekerja untuk anak-anakku, agar mereka tumbuh dengan baik dan berkembang potensi yang dimilikinya.

Tidak ada komentar:

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...