Oleh: Ari Saptarini
Aku
berwarna hitam dengan motif persegi, bentukku tentu saja seperti benda
sejenisku pada umumnya, melingkar. Aku mempunyai kerangka yang terbuat dari alumunium, ada juga logam sebagai penahan
sambungan rangkaku juga benang yang kuat untuk melekatkanku pada kulitku yang
berwarna hitam.
Majikanku
yang pertama adalah seorang wanita pekerja di sebuah perkantoran, karena saat itu
musim hujan, majikanku tak pernah lupa membawaku di dalam tas mungilnya. Biasanya
aku diletakkan di bawah kursi tempat dia duduk. Aku tak tahu mengapa hari itu
terasa lama sekali aku didiamkan saja di bawah kursi, angkutan umum itu telah berputar putar
melewati tempat yang sama dan majikanku belum juga membawaku turun. Ketika
lampu-lampu di dalam angkutan umum itu mulai menyala, aku tahu bahwa saat ini
sudah malam, akhirnya aku menyadari kalau majikanku sudah tidak berada di
angkutan itu.
Orang
yang memungutku adalah seorang laki-laki muda, di rumah yang sederhana masih di
pinggiran ibu kota. Jika pagi hari hujan gerimis aku melindungi ibu dua anak
itu mengantarkan anaknya bersekolah. Lelaki yang dulu memungutku adalah seorang
penjaga di halte Busway. Suatu ketika ku dengar perbincangan mereka akan pulang
ke kampung halaman, aku tak menyangka jika saat itu aku akan ikut serta. sayangnya,
mungkin karena berdesakan di terminal, aku tertinggal di kursi tunggu. Aku
hanya bisa menungu.
Akhirnya
seorang remaja tanggung yang menemukanku, remaja ini sangat baik, dia suka
menawarkan diri membantu orang-orang yang ada di terminal untuk memakai
payungnya. Anehnya, remaja ini justru rela basah kuyup terkena air hujan
sementara aku dipakai oleh orang asing yang akan bepergian dengan bus atau baru
turun dari bus, tapi setelahnya remaja ini akan memperoleh imbalan berupa uang.
Lalu dia akan menawarkan diri lagi meminjamkanku kepada orang asing dan dia
akan mendapat uang lagi begitu seterusnya.
Aku
senang bisa menghasilkan uang untuk majikanku. Setelah uang terkumpul,
memberikan uang yang didapat kepada ibunya. Suatu hari dibulan September hujan mulai
datang dan remaja tanggung itu mulai membawaku ke tempat kerjanya.
Setahuku remaja itu tidak bersekolah di
sekolah resmi, tapi dia belajar, jika
malam kulihat dia membuka laci untuk mengambil kertas dan pensil lalu
menutupnya kembali dan menaruh buku-buku pelajarannya di dalam laci, di tempat yang
sama aku disimpannya.
Musim
hujan tahun itu luar biasa, sering disertai badai dan angin kencang. Baru beberapa
kali aku membantu remaja ini menolong orang dengan ojek payungnya,
benang-benang pengikatku mulai putus satu persatu, umurku tak akan lama lagi
dan kesempatanku untuk membantu orang tinggal sedikit lagi jika remaja itu tak juga
memperbaikiku.
Benar
saja disuatu siang di tengah hujan badai yang deras dan kencang, aku terbawa
angin hingga benang pengikatku patah dan sebagian besi yang meyanggaku juga
putus. Ternyata nasibku tak jauh berbeda dengan plastik bekas pembungkus
makanan yang dibuang ke sampah setelah digunakan. Saat itu aku tergeletak di
tempat pembuangan sampah yang aromanya cukup menusuk hidung, tempat pembuangan
sampah terminal.
Aku
baru tahu, di tempat seperti ini masih ada orang yang mencari sesuatu, dia
menggunakan sepatu boot dan di punggungnya ada karung untuk memasukkan sesuatu
yang ditemukan dan dia membawa alat semacam tongkat untuk mengorek sampah yang
berbau busuk itu.
Aku
termasuk salah satu barang yang dimasukkannya ke dalam karung bersama kaleng
bekas susu dan potongan besi juga beberapa botol kemasan minuman. Setelah
sampai di suatu tempat, ku pikir ini bukanlah rumah karena hanya semacam tempat
penampungan sementara. Di tempat itulah kulit pelindungku yang sudah robek dibabat
habis dan tinggallah kerangkaku. Kulitku yang berwarna hitam itu dicampurkannya
bersama sampah plastik sedangkan kerangkaku disimpannya bersama sampah logam
dan kaleng bekas.
Ternyata
aku tidak berakhir seperti yang kubayangkan …, bahkan warna kulitku kini
berubah menjadi cantik. Aku kini berwarna biru muda dengan motif hati dan
bunga, sambungan rangkaku diganti dengan yang baru dan ikatan benangnya pun
lebih kuat dari yang dulu. Rupanya bapak tua pemulung itu telah memperbaikiku
dan menjual pada seorang tukang loak.
Sesuai
dengan warna kulitku kini yang cantik, yang membeliku juga seorang perempuan
muda yang cantik, dia masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di kota Bogor, sejak
saat dibelinya aku selalu mendampinginya pergi ke kampus dan kemanapun dia
pergi aku di bawa dalam tas ranselnya.
Tidak
hanya digunakan disaat hujan perempuan muda ini juga menggunakanku saat cuaca
panas. Sayangnya perempuan itu tidak terlalu mempedulikanku, hingga aku sering
tertinggal di mushola kampus dan kantin, terakhir aku tertinggal di ruang
kuliah. Akhirnya aku dipungut oleh seorang satpam, hingga berminggu-mingu tak
ada yang mengambilku, satpam itu lalu membawaku ke rumahnya.
Di
rumah satpam itu majikanku adalah seorang anak SD kelas lima yang senang sekali
naik sepeda, namun anak SD itu selalu mengayuh sepedanya dengan kencang, hingga
dalam hitungan minggu saja benang pengikatku banyak yang putus. Terakhir aku bersamanya
adalah saat hujan disertai angin kencang.
Aku
terbang tak bisa ditangkapnya lagi. Dalam kondisi tergeletak di tanah setelah
hujan, aku sempat melihat majikanku perempuan muda yang cantik sedang berjalan
dengan payung barunya, dia melihatku tergeletak, namun sama sekali tak
menghiraukanku, tentu saja karena kondisiku sudah tak layak pakai.
Lalu
aku ditemukan oleh seorang anak perempuan, sampai di rumahnya anak perepuan itu
memberikanku kepada ayahnya, aku diperbaiki Akupun bisa digunakan lagi walau
sambungan besiku tak sekuat dulu.
Siapapun
majikankau aku ingin selalu memberikan yang terbaik untuknya, melindunginya
dari air hujan yang bisa menyebabkan sakit. Dimanapun berada, aku ingin selalu menjadi
benda yang berguna ketika musim hujan, bahkan juga ketika musim kemarau. Semoga
aku awet bersamanya, sampai sekarang sudah tiga kali ayah anak perempuan itu menggunakan
jasa tukang servis payung untuk memperbaikiku,
aku memang semakin rapuh. Tapi aku bersyukur aku masih bisa berguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar