Sabtu, 15 Juni 2019

CERNAK : PETUALANGAN PAYUNG HITAM



Oleh: Ari Saptarini

Aku berwarna hitam dengan motif persegi, bentukku tentu saja seperti benda sejenisku pada umumnya, melingkar. Aku mempunyai kerangka yang terbuat dari alumunium, ada juga logam sebagai penahan sambungan rangkaku juga benang yang kuat untuk melekatkanku pada kulitku yang berwarna hitam.  
Majikanku yang pertama adalah seorang wanita pekerja di sebuah perkantoran, karena saat itu musim hujan, majikanku tak pernah lupa membawaku di dalam tas mungilnya. Biasanya aku diletakkan di bawah kursi tempat dia duduk. Aku tak tahu mengapa hari itu terasa lama sekali aku didiamkan saja di bawah kursi,  angkutan umum itu telah berputar putar melewati tempat yang sama dan majikanku belum juga membawaku turun. Ketika lampu-lampu di dalam angkutan umum itu mulai menyala, aku tahu bahwa saat ini sudah malam, akhirnya aku menyadari kalau majikanku sudah tidak berada di angkutan itu.  
Orang yang memungutku adalah seorang laki-laki muda, di rumah yang sederhana masih di pinggiran ibu kota. Jika pagi hari hujan gerimis aku melindungi ibu dua anak itu mengantarkan anaknya bersekolah. Lelaki yang dulu memungutku adalah seorang penjaga di halte Busway. Suatu ketika ku dengar perbincangan mereka akan pulang ke kampung halaman, aku tak menyangka jika saat itu aku akan ikut serta. sayangnya, mungkin karena berdesakan di terminal, aku tertinggal di kursi tunggu. Aku hanya bisa menungu.
Akhirnya seorang remaja tanggung yang menemukanku, remaja ini sangat baik, dia suka menawarkan diri membantu orang-orang yang ada di terminal untuk memakai payungnya. Anehnya, remaja ini justru rela basah kuyup terkena air hujan sementara aku dipakai oleh orang asing yang akan bepergian dengan bus atau baru turun dari bus, tapi setelahnya remaja ini akan memperoleh imbalan berupa uang. Lalu dia akan menawarkan diri lagi meminjamkanku kepada orang asing dan dia akan mendapat uang lagi begitu seterusnya.
Aku senang bisa menghasilkan uang untuk majikanku. Setelah uang terkumpul, memberikan uang yang didapat kepada ibunya. Suatu hari dibulan September hujan mulai datang dan remaja tanggung itu mulai membawaku ke tempat kerjanya.
 Setahuku remaja itu tidak bersekolah di sekolah resmi, tapi dia belajar,  jika malam kulihat dia membuka laci untuk mengambil kertas dan pensil lalu menutupnya kembali dan menaruh buku-buku pelajarannya di dalam laci, di tempat yang sama aku disimpannya.
Musim hujan tahun itu luar biasa, sering disertai badai dan angin kencang. Baru beberapa kali aku membantu remaja ini menolong orang dengan ojek payungnya, benang-benang pengikatku mulai putus satu persatu, umurku tak akan lama lagi dan kesempatanku untuk membantu orang tinggal sedikit lagi jika remaja itu tak juga memperbaikiku.
Benar saja disuatu siang di tengah hujan badai yang deras dan kencang, aku terbawa angin hingga benang pengikatku patah dan sebagian besi yang meyanggaku juga putus. Ternyata nasibku tak jauh berbeda dengan plastik bekas pembungkus makanan yang dibuang ke sampah setelah digunakan. Saat itu aku tergeletak di tempat pembuangan sampah yang aromanya cukup menusuk hidung, tempat pembuangan sampah terminal.
Aku baru tahu, di tempat seperti ini masih ada orang yang mencari sesuatu, dia menggunakan sepatu boot dan di punggungnya ada karung untuk memasukkan sesuatu yang ditemukan dan dia membawa alat semacam tongkat untuk mengorek sampah yang berbau busuk itu.
Aku termasuk salah satu barang yang dimasukkannya ke dalam karung bersama kaleng bekas susu dan potongan besi juga beberapa botol kemasan minuman. Setelah sampai di suatu tempat, ku pikir ini bukanlah rumah karena hanya semacam tempat penampungan sementara. Di tempat itulah kulit pelindungku yang sudah robek dibabat habis dan tinggallah kerangkaku. Kulitku yang berwarna hitam itu dicampurkannya bersama sampah plastik sedangkan kerangkaku disimpannya bersama sampah logam dan kaleng bekas.
Ternyata aku tidak berakhir seperti yang kubayangkan …, bahkan warna kulitku kini berubah menjadi cantik. Aku kini berwarna biru muda dengan motif hati dan bunga, sambungan rangkaku diganti dengan yang baru dan ikatan benangnya pun lebih kuat dari yang dulu. Rupanya bapak tua pemulung itu telah memperbaikiku dan menjual pada seorang tukang loak.
Sesuai dengan warna kulitku kini yang cantik, yang membeliku juga seorang perempuan muda yang cantik, dia masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di kota Bogor, sejak saat dibelinya aku selalu mendampinginya pergi ke kampus dan kemanapun dia pergi aku di bawa dalam tas ranselnya.
Tidak hanya digunakan disaat hujan perempuan muda ini juga menggunakanku saat cuaca panas. Sayangnya perempuan itu tidak terlalu mempedulikanku, hingga aku sering tertinggal di mushola kampus dan kantin, terakhir aku tertinggal di ruang kuliah. Akhirnya aku dipungut oleh seorang satpam, hingga berminggu-mingu tak ada yang mengambilku, satpam itu lalu membawaku ke rumahnya.
Di rumah satpam itu majikanku adalah seorang anak SD kelas lima yang senang sekali naik sepeda, namun anak SD itu selalu mengayuh sepedanya dengan kencang, hingga dalam hitungan minggu saja benang pengikatku banyak yang putus. Terakhir aku bersamanya adalah saat hujan disertai angin kencang.
Aku terbang tak bisa ditangkapnya lagi. Dalam kondisi tergeletak di tanah setelah hujan, aku sempat melihat majikanku perempuan muda yang cantik sedang berjalan dengan payung barunya, dia melihatku tergeletak, namun sama sekali tak menghiraukanku, tentu saja karena kondisiku sudah tak layak pakai.
Lalu aku ditemukan oleh seorang anak perempuan, sampai di rumahnya anak perepuan itu memberikanku kepada ayahnya, aku diperbaiki Akupun bisa digunakan lagi walau sambungan besiku tak sekuat dulu.
Siapapun majikankau aku ingin selalu memberikan yang terbaik untuknya, melindunginya dari air hujan yang bisa menyebabkan sakit. Dimanapun berada, aku ingin selalu menjadi benda yang berguna ketika musim hujan, bahkan juga ketika musim kemarau. Semoga aku awet bersamanya, sampai sekarang sudah tiga kali ayah anak perempuan itu menggunakan jasa tukang servis payung untuk memperbaikiku, aku memang semakin rapuh. Tapi aku bersyukur aku masih bisa berguna.



Tidak ada komentar:

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...