Sabtu, 15 Juni 2019

CERNAK : KUNANG KUNANG CICI


Kunang-Kunang Cici
Ari saptarini

Rumah Bude Ida luas sekali. Di bagian belakang ada kebun singkong dan ubi. Di bagian depan, tanah pasir dengan pohon kelapa sebagai peneduh halaman. Cici akhirnya membuktikan ucapan kak Bimo yang membuatnya tertarik ikut liburan tanpa Papa dan Mama. Tanah pasir di depan rumah Bude Ida memang asyik.
Kak Arya, anak Bude Ida, tahun ini naik kelas enam. Kak Bimo kelas empat. Sedangkan Cici, baru kelas dua. Kata Kak Bimo, Cici harus berani sendiri. Karena nanti ada kegiatan berkemah di sekolah dan tidak boleh ditemani orangtua. Jadi Liburan kali ini, Cici dan Kak Bimo berlibur di rumah Bude. Papa dan Mama hanya mengantar, lalu pulang.
“Nanti malam, kita cari kunang-kunang di kebun belakang rumah, yuk!” Ajak kak Arya pada Cici dan Kak Bimo.
“Kunang-kunang itu apa, Kak?” tanya Cici, yang baru pertama kali berkunjung ke rumah Bude Ida.
“Binatang ajaib, Ci,” jawab Kak Bimo. “Walau tubuhnya kecil, perutnya bisa bersinar terang.”
“Binatang ajaib? Aku ikut melihat kunang-kunang ya, Kak!” pinta Cici. Kak Arya mengangguk. Cici senang sekali. Cici tak sabar menunggu malam. Jawaban Kak Bimo membuatnya penasaran.

Siangnya, Cici sedang asyik bermain pasir, tiba-tiba Kak Bimo dan Kak Arya berlari kencang menuju ke arah Cici.
“Awas, Ci! Minggir…!” Teriak Kak Bimo.
Belum sempat Cici berdiri, Kak Arya menabraknya. Gubrakkk….

“Aw…, nguinggg, nguing…, buzzz, buzzz, buzzz….” Rupanya Puluhan tawon mengejar Kak Bimo dan Kak Arya.
Kak Arya berusaha melindungi Cici dari sengatan tawon. Sementara Kak Bimo mencari bantuan orang dewasa.

Tak berapa lama, datanglah Pakde Doni. Ayahnya Kak Arya itu segera menggendong Cici masuk ke rumah. Kak Arya berlari di belakang Pakde Doni, sambil memegangi pipinya yang tersengat tawon.

Bude meminta Kak Bimo dan Kak Arya untuk menghibur Cici. Tangis Cici mulai reda saat Bude mengoleskan pereda nyeri.

“Maaf, ya, Bude. Tadi Bimo penasaran dengan suara dengungan yang terdengar dari sarang. Lalu Bimo mengambil sebatang bambu untuk menggoyang-goyangkan rumah tawon itu. Kak Arya sudah mengingatkan agar Bimo hati-hati. Bimo tidak tahu, kalau sedikit digoyang saja, tawon-tawon itu jadi marah.”

“Jangan diulang lagi, ya! Sarang tawon yang menggantung di pohon kelapa itu besar sekali,” nasihat Bude Ida, “Bude juga hati-hati kalau sedang menyapu halaman, agar tidak mengusik ratusan tawon di dalamnya.”

”Mudah-mudahan lengan kiri Cici segera pulih,” ucap Bude sambil meletakkan Cici di tempat tidur. Ternyata Cici tertidur di pangkuan Bude.

Malam harinya, Cici masih cemberut. Itu karena gigitan tawon masih terasa. Papa dan Mama berbicara lama lewat telepon genggam Bude. Mama berpesan agar Kak Bimo menjaga Cici dengan baik. Karena Papa dan Mama baru bisa menjemput, dua hari lagi.

“Kak Bimo, katanya kita mau lihat kunang-kunang malam ini?” tanya Cici.
“Wah, sepertinya harus ditunda, Ci. Kita tunggu lenganmu pulih dulu, ya.” Jawab Bimo.

“Yaaahhh…, padahal aku pengan banget lihat binatang ajaib itu, Kak,” rengek Cici sambil masuk kamar. Cici menghempaskan tubuhnya di tempat tidur dan menangis.

“Maafkan Kak Bimo ya, Ci!”
“Kak Bimo iseng, sih. Kenapa sih, harus mengganggu sarang tawon?”
“Iya, deh. Kak Bimo salah. Kak Bimo janji tidak mengulangi lagi.

Akhirnya Cici melewati malam pertama di rumah Bude dengan bersedih. Untung Mama dan Papa menelpon lagi dan menghibur Cici. Sampai Cici tertidur, mama masih menyanyikan lagu dari telepon genggam yang tergeletak di kasur.

“Ma…, Cici sudah bobo,” bisik kak Bimo sembari mematikan telepon genggam dan tidur di samping adiknya. Bude memberikan selimut untuk Bimo dan Cici, lalu meminta Arya masuk ke kamar menemani Bimo.

Keesokan harinya, Bude Ida mengajak Cici dan Kak Bimo memetik daun Cincau yang ada di halaman rumah. Rencananya siang nanti, Bude Ida mau membuat es kelapa muda.
“Dari daun ini, bisa kita buat cincau untuk campuran es kelapa muda,” ucap Bude Ida sambil mulai meremas-remas daun cincau. Cici dan Kak Bimo takjub melihat perubahan air remasan daun cincau mulai memadat.
Siangnya, mereka makan nasi kuning buatan Bude sambil minum es cincau kelapa muda. “Untung tawon-tawon itu tak datang lagi hari ini,” celetuk Kak Bimo, diikuti tawa semua orang di teras rumah Bude Ida.

Malam kedua di rumah Bude, Kak Bimo mengajak Cici melihat kunang-kunang di halaman belakang. Mereka ditemani Kak Arya yang memegang senter kecil. Cici terlihat senang sekali.
“Ternyata, kunang-kunang memang punya lampu di perut, ya Kak,” ucap Cici. “Bisa enggak ya, kunang-kunangnya dibawa pulang. Kita pelihara di stoples agar hemat listrik?”
“Itu ide bagus, Ci. Ayo kita kumpulkan kunang-kunang,” seru Kak Bimo bersemangat menangkap Kunang-Kunang. Kak Arya malah tertawa. “Tentu saja tidak bisa. Mana kuat kunang-kunang menyalakan lampu dan televisi.”
Cici dan Kak Bimo ikut tertawa. “Benar juga ya, Kak! Kunang-kunang ini, akan Cici pelihara saja dengan baik,” kata Cici. Selesai

Tidak ada komentar:

Kiat Menulis Cerita Fiksi

Pertemuan 10 (Rabu, 8 Juni 2022) Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 25 Narasumber: Sudomo, S.Pt. Moderator: Sigid Purwo Nugroh...