Kunang-Kunang Cici
Ari saptarini
Rumah Bude Ida luas sekali. Di bagian belakang ada kebun
singkong dan ubi. Di bagian depan, tanah pasir dengan pohon kelapa sebagai
peneduh halaman. Cici akhirnya membuktikan ucapan kak Bimo yang membuatnya tertarik
ikut liburan tanpa Papa dan Mama. Tanah pasir di depan rumah Bude Ida memang
asyik.
Kak Arya, anak Bude Ida, tahun ini naik kelas enam. Kak Bimo
kelas empat. Sedangkan Cici, baru kelas dua. Kata Kak Bimo, Cici harus berani
sendiri. Karena nanti ada kegiatan berkemah di sekolah dan tidak boleh ditemani
orangtua. Jadi Liburan kali ini, Cici dan Kak Bimo berlibur di rumah Bude. Papa
dan Mama hanya mengantar, lalu pulang.
“Nanti
malam, kita cari kunang-kunang di kebun belakang rumah, yuk!” Ajak kak Arya
pada Cici dan Kak Bimo.
“Kunang-kunang
itu apa, Kak?” tanya Cici, yang baru pertama kali berkunjung ke rumah Bude Ida.
“Binatang
ajaib, Ci,” jawab Kak Bimo. “Walau tubuhnya kecil, perutnya bisa bersinar
terang.”
“Binatang
ajaib? Aku ikut melihat kunang-kunang ya, Kak!” pinta Cici. Kak Arya
mengangguk. Cici senang sekali. Cici tak sabar menunggu malam. Jawaban Kak Bimo
membuatnya penasaran.
Siangnya,
Cici sedang asyik bermain pasir, tiba-tiba Kak Bimo dan Kak Arya berlari
kencang menuju ke arah Cici.
“Awas,
Ci! Minggir…!” Teriak Kak Bimo.
Belum
sempat Cici berdiri, Kak Arya menabraknya. Gubrakkk….
“Aw…,
nguinggg, nguing…, buzzz, buzzz, buzzz….” Rupanya Puluhan tawon mengejar Kak
Bimo dan Kak Arya.
Kak
Arya berusaha melindungi Cici dari sengatan tawon. Sementara Kak Bimo mencari
bantuan orang dewasa.
Tak
berapa lama, datanglah Pakde Doni. Ayahnya Kak Arya itu segera menggendong Cici
masuk ke rumah. Kak Arya berlari di belakang Pakde Doni, sambil memegangi
pipinya yang tersengat tawon.
Bude
meminta Kak Bimo dan Kak Arya untuk menghibur Cici. Tangis Cici mulai reda saat
Bude mengoleskan pereda nyeri.
“Maaf,
ya, Bude. Tadi Bimo penasaran dengan suara dengungan yang terdengar dari
sarang. Lalu Bimo mengambil sebatang bambu untuk menggoyang-goyangkan rumah
tawon itu. Kak Arya sudah mengingatkan agar Bimo hati-hati. Bimo tidak tahu,
kalau sedikit digoyang saja, tawon-tawon itu jadi marah.”
“Jangan diulang lagi, ya! Sarang tawon yang menggantung di pohon kelapa itu besar sekali,” nasihat Bude Ida, “Bude juga hati-hati kalau sedang menyapu halaman, agar tidak mengusik ratusan tawon di dalamnya.”
”Mudah-mudahan
lengan kiri Cici segera pulih,” ucap Bude sambil meletakkan Cici di tempat
tidur. Ternyata Cici tertidur di pangkuan Bude.
Malam
harinya, Cici masih cemberut. Itu karena gigitan tawon masih terasa. Papa dan
Mama berbicara lama lewat telepon genggam Bude. Mama berpesan agar Kak Bimo
menjaga Cici dengan baik. Karena Papa dan Mama baru bisa menjemput, dua hari
lagi.
“Kak
Bimo, katanya kita mau lihat kunang-kunang malam ini?” tanya Cici.
“Wah,
sepertinya harus ditunda, Ci. Kita tunggu lenganmu pulih dulu, ya.” Jawab Bimo.
“Yaaahhh…,
padahal aku pengan banget lihat binatang ajaib itu, Kak,” rengek Cici sambil
masuk kamar. Cici menghempaskan tubuhnya di tempat tidur dan menangis.
“Maafkan Kak Bimo ya, Ci!”
“Kak
Bimo iseng, sih. Kenapa sih, harus mengganggu sarang tawon?”
“Iya,
deh. Kak Bimo salah. Kak Bimo janji tidak mengulangi lagi.
Akhirnya
Cici melewati malam pertama di rumah Bude dengan bersedih. Untung Mama dan Papa
menelpon lagi dan menghibur Cici. Sampai Cici tertidur, mama masih menyanyikan
lagu dari telepon genggam yang tergeletak di kasur.
“Ma…,
Cici sudah bobo,” bisik kak Bimo sembari mematikan telepon genggam dan tidur di
samping adiknya. Bude memberikan selimut untuk Bimo dan Cici, lalu meminta Arya
masuk ke kamar menemani Bimo.
Keesokan
harinya, Bude Ida mengajak Cici dan Kak Bimo memetik daun Cincau yang ada di
halaman rumah. Rencananya siang nanti, Bude Ida mau membuat es kelapa muda.
“Dari
daun ini, bisa kita buat cincau untuk campuran es kelapa muda,” ucap Bude Ida
sambil mulai meremas-remas daun cincau. Cici dan Kak Bimo takjub melihat
perubahan air remasan daun cincau mulai memadat.
Siangnya,
mereka makan nasi kuning buatan Bude sambil minum es cincau kelapa muda.
“Untung tawon-tawon itu tak datang lagi hari ini,” celetuk Kak Bimo, diikuti
tawa semua orang di teras rumah Bude Ida.
Malam
kedua di rumah Bude, Kak Bimo mengajak Cici melihat kunang-kunang di halaman
belakang. Mereka ditemani Kak Arya yang memegang senter kecil. Cici terlihat
senang sekali.
“Ternyata,
kunang-kunang memang punya lampu di perut, ya Kak,” ucap Cici. “Bisa enggak ya,
kunang-kunangnya dibawa pulang. Kita pelihara di stoples agar hemat listrik?”
“Itu
ide bagus, Ci. Ayo kita kumpulkan kunang-kunang,” seru Kak Bimo bersemangat
menangkap Kunang-Kunang. Kak Arya malah tertawa. “Tentu saja tidak bisa. Mana
kuat kunang-kunang menyalakan lampu dan televisi.”
Cici
dan Kak Bimo ikut tertawa. “Benar juga ya, Kak! Kunang-kunang ini, akan Cici
pelihara saja dengan baik,” kata Cici. Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar