Ari Saptarini
Senin depan, Bu Indah akan melakukan penilaian presentasi.
Semua teman sekelas sudah mengumpulkan media untuk presentasi. Namun, Hana
belum juga membuatnya.
“Aduh, gimana nih, aku belum bikin media,” bisik Hana.
“Lho, bukannya minggu lalu, Bu Indah sudah mengingatkan,”
jawab Sarah
“Iya, aku belum nemu foto bayiku, Sar.”
Hana memutuskan meminta waktu tambahan ke bu Indah.
“Gimana Han, boleh?”
tanya Sarah.
“Bisa, Bu Indah kasih waktu sampai besok.”
Sesampainya di rumah, Hana langsung menelepon Mama.
“Di mana ya, Ma, foto-foto bayiku?”
Tak kunjung ada jawaban dari Mama, Hana kembali memanggil
“Halo, Ma?”
“Iya, Maaf, Mama lagi coba mengingat. Sepertinya, Papa yang
menyimpan, sayang. Coba Hana tanya ke Papa.”
Foto Dek Maza dipajang di ruang keluarga. Semua orang bisa
melihatnya kapanpun. Tapi, foto bayinya? Kenapa disimpan di tempat tersembunyi.
Mbok Sum juga tidak tahu di mana.
Setelah menutup pembicaraan telepon dengan Mama, Hana
bergegas menelepon Papa.
“Papa simpan di bawah anak tangga. Hana bisa minta bantuan
Mbok Sum untuk membukanya,” jawab Papa.
Masa sih, ada ruangan di sini? gumam Hana penasaran. Dia
memperhatikan anak tangga satu persatu.
“Mbok Sum…., Ini bisa dibuka?” Hana menunjuk satu-satunya
anak tangga yang tertutup dengan lubang kunci.
Hana menerima segepok kunci dari Mbok Sum. Dicobanya
satu-satu.
“Ah, syukurlah, yang ini bisa,” Hana merasa lega. Akhirnya
laci di bawah anak tangga itu bisa terbuka. Terlihat ada dua album foto.
Mata Hana berkilat-kilat membuka lembar demi lembar.
“Ini pasti Non Hana,” seru Mbok Sum menunjuk sebuah foto.
“Lalu, bayi satunya lagi, siapa ya, Mbok?”
“Mungkin, sepupu Non Hana.”
“Oiya, Kyla.” Hana menyebut satu-satunya sepupu yang
seumuran dengannya.
Setelah mandi sore, Hana melihat Mbok Sum bolak-balik dari
dapur ke kamar Mama. Tak berapa lama, Papa pulang. Papa terlihat bicara serius
dengan Mbok Sum lalu bergegas menuju kamar Mama.
Beberapa menit kemudian, Papa menghampiri Hana.
“Sudah selesai, Hana?”
“Tinggal tempel fotonya, Pa. Tapi, Hana yang mana ya, Pa?”
Hana menyodorkan selembar foto.
“Ini Hana,” Papa
menunjuk salah satu foto bayi. “Bayi satunya, dia saudara kembarmu, namanya
Hani.”
“Saudara kembar?”
“Iya, sayang. Maaf, jika Papa dan Mama tak cerita
sebelumnya. Hani meninggal waktu berusia sebelas bulan. Mama sangat sedih.
Makanya, Papa menyimpan foto-foto bayi ini. Agar Mama tidak sedih terus.”
Hana langsung menghampiri dan memeluk Mama di kamar.
“Maafkan Hana ya, Ma.”
“Maafin Mama juga, ya, Sayang. Besok Hari Minggu, kita
kunjungi makam Hani, yuk,” ajak Mama.
Hari Minggu, Hana berdoa di makam saudara kembarnya. Hana
berdoa agar Hani tenang di sana. Hana berjanji akan selalu menyayangi Papa dan
Mama.