Masih
teringat saat anak-anak berkumpul setiap sore dimasjid, hafalan bersama. Ketika
weekend, masjid riuh suara anak-anak yang ikut pesantren kilat, mendengarkan
dongeng, buka shaum bersama serta tadarus bersama setelah tarawih. Semua
merasakan, ada yang berbeda Ramadhan tahun ini.
Masjid
berada tepat di depan rumah kami. Ada sisi sentimentil yang muncul di lubuk
hati saat mengamati masjid di malam hari. Sunyi, sepi! Terasa aneh Ramadhan
tanpa tarawih.
Alhamdulillah,
di masjid masih ada aktivitas sholat berjamaah. Dengan syarat: mereka yang
sedang sakit atau ada gejala sakit dianjurkan untuk sholat di rumah, membawa
sajadah sendiri dan shaf diatur agar sesuai aturan sosial distancing. Anak kami yang memang ada gejala batuk
alergi (bahkan sebelum kabar covid-19 sering batuk jika mengkonsumsi makanan
tertentu) tak lagi bisa ke masjid untuk sementara.
“Bu,
kok mereka masih boleh ke Masjid?” Tanya si sulung ketika mendengar dan melihat
masih saja ada beberapa anak yang sholat berjamaah di masjid.
Himbauan
pemerintah untuk melakukan sosial distancing, anjuran ulama agar sementara
sholat berjamaah dilakukan dengan keluarga. Kami tidak ke masjid, bukan karena
takut tertular. Tapi karena mencoba Sami'na Wa Atho'na. Sami'na Wa Atho'na dengan
perintah dan larangan Allah SWT, pun Sami'na Wa Atho'na dengan para pemimpin.
Ada
yang menarik, sejak aturan ini mulai berjalan. Anak-anak kecil diberi
kesempatan untuk menyerukan adzan dan iqomah dari masjid. Setuju, karena
regenerasi perlu dilakukan sejak dini.
Lantunan
sholawat juga rutin dilakukan limabelas menit sebelum adzan. Dalam hati kami
bersyukur, masih ada mereka yang mengumandangkan Adzan di masjid. Tanpa mereka
tentu kita kerepotan harus menyetting alarm di HP atau melihat jadwal waktu
sholat.
Suatu
ketika, pengeras suara masjid mati. Pengurus masjid juga belum sempat
memperbaiki hingga waktu menjelang berbuka puasa. Baru nggeh kalau sudah waktu
berbuka karena adzan di masjid lain.
Tiba-tiba
terbersit tanya, kemana anak-anak yang sholawatan itu?
Kadang
kita tidak sadar, bahwa keberadaan mereka penting. Baru sadar saat mereka
tidak terlihat atau terdengar.
Sebentar
lagi, Ramadhan akan pergi meninggalkan kita tahun ini. Walau menjalaninya di
tengah wabah pandemi Covid-19, semoga kami masih bisa menghidupkan malam
Ramadhan dengan tilawah. Ya, dari rumah masing-masing kami tetap ingin mencari
Lailatul Qodr.
Semoga,
Ramadhan tahun depan masjid kembali penuh dengan jamaah tarawih. Sorepun riuh
dengan lantunan tilawah. Malam Ramadhan kembali terang benderang dengan
banyaknya peserta itikaf. Ya Allah, sungguh kami semua tidak mengetahui, apakah
akan sampai ke Ramadhan tahun depan….
Ijinkan
kami merasakan Ramadhan 1441H dengan hati bersih, walaupun banyak berita
bantuan sembako yang salah sasaran. Semoga setiap orang merasa kaya, agar jika
menerima yang bukan haknya segera menyalurkannya kepada yang berhak.
Ijinkan
kami merasakan Ramadhan 1441H dengan hati bersih, walaupun bulan ini tagihan
listrik PLN naik. Semoga pemerintah segera tanggap ada ketimpangan dimana?
Karena iri adalah penyakit manusia (sebenarnya wajar kalau listrik naik, jika
di rumah ada AC, TV, Laptop dan terus menyala selama WFH dan SFH).
Tunjukkanlah
kepada kami semua, keindahan Zakat dan sedekah yang akan memunculkan
keseimbangan disana.
Tulisan
ini adalah murni reminder diri sendiri untuk lebih disiplin waktu sholat, zakat
dan bersedekah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar