Hafalan Ganes
Ari Saptarini
Ganes anak tertua dari empat
bersaudara. Saat ini sedang menjalani pendidikan di Pondok Pesantren Putra Tahfidz
Al Quran. Menjelang Bulan Ramadhan, terjadi wabah pandemi Corona. Sehingga
pondok pesantren memulangkan seluruh santrinya. Ganes salah satu yang harus
kembali ke rumah orangtua. Sudah tiga minggu Ganes menjalani Bulan Ramadhan
bersama keluarga.
Entah kenapa, di rumah susah
sekali muraja’ah hafalan. Ada saja halangan, saat baru berniat, tiba-tiba Bapak
minta tolong sesuatu.
“Ganes, Tolong bantu Bapak
memotong daging ayam,” seru Bapak.
“Baik, Pak,” jawab Ganes sembari meletakkan
kembali Al Quran yang sudah dibukanya.
Bapak Ganes punya warung sate
kecil di dekat rumah. Warung sate Ganes namanya, di sana tersedia menu Sate
Ayam, Sate Kambing dan Tongseng.
“Kamu tau tidak, kenapa bapak
memberi nama Warung kita, ‘Warung Sate Ganes’?” Tanya Bapak sewaktu Ganes
sedang membantu menotong-motong daging ayam seukuran dadu.
“Kenapa, memangnya, Pak?”
“Dulu, Bapak dan Ibu mulai usaha
warung sate, saat kamu masih dalam kandungan Ibu. Harapan Bapak, kelak Ganes
yang akan meneruskan usaha warung sate ini. Alhamdulillah sampai sekarang
warung masih tetap berjalan. Sementara pondok libur, kamu bisa bantu Bapak di
warung, ya.”
“Iya, Pak. Tapi, Ganes juga tetap
mau jadi tahfidz,” jawab Ganes.
“Oh, bisa! Kamu bisa jadi
pengusaha warung sate yang juga tahfidz lulusan pondok pesantren, Bapak akan
selalu mendukung.”
Sore menjelang berbuka adalah
waktu paling sibuk di warung. Ganes sesekali membantu mengipas arang agar sate
matang sempurna, Bapak sibuk melayani pembeli yang datang silih berganti.
“Alhamdulillah, ini Rezekimu,
Ganes,” bisik Bapak.
Ganes tetap berusaha tersenyum,
walaupun tangannya mulai kesemutan. Mengipas sate ternyata melelahkan. Inilah
yang dilakukan Bapak setiap hari, demi Ganes bisa sekolah di Pondok Pesantren Tahfidz
Quran.
Setelah tarawih berjamaah, Ganes
tadarus dan siap mengulang muraja’ah hafalannya. Tapi, ketiga adik Ganes selalu
saja ribut. Mereka ingin bermain bersama kakak Ganes.
“Ganes, bantu Ibu jaga adik-adik,
ya,”
“Iya, Bu!” jawab Ganes dengan
nada kecewa.
‘Ya Allah, bagaimana ini!
Lagi-lagi aku tak bisa muraja’ah hafalan.’ Ganes membatin dalam hati.
Menjelang sahur, Ibu membangunkan Ganes,
lembut.
“Ganes, Ganes…, ayo muraja’ah
sekarang,” bisik Ibu ditelinga.
Ganes langsung terbangun dan
mengambil air wudhu. Lalu sholat malam dua rakaat dilanjut muraja’ah hafalan
bersama Ibu.
“Maaf, ya, Ganes. Ibu selalu
sibuk dengan adik-adikmu. Tidak sempat mendampingi Ganes hafalan jika siang
hari.”
“Tidak, apa-apa, Bu. Genes bisa
hafalan sebelum sahur seperti sekarang. Bebas dari gangguan adik-adik,” seru
Ganes sambil tersenyum.
Kini Ganes tau kapan harus
mengulang hafalannya. Ketika adik-adik masih tidur, saat Bapak belum sibuk
dengan kegiatan warungnya, saat lingkungan sekitar masih sepi. Hanya perlu
waktu tigapuluh menit bagi Ganes, dan Ganes harus konsisten disiplin bangun
pagi hari, menjelang sahur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar